JAKARTA - Ketua Pusat Studi Sawit Institut Pertanian Bogor (IPB) Prof. Budi Mulyanto merekomendasikan dilakukannya penyederhanaan peraturan perundangan sawit atau semacam omnibus law sawit yang mengatur dari hulu hingga hilir.
Budi menyampaikan peraturan tersebut diharapkan bisa membenahi tata kelola agar penggunaan dan pemanfaatan potensi sawit lebih maksimal.
"Mengingat sawit istimewa bagi bangsa Indonesia, banyak manfaatnya dan banyak urusannya, maka satu badan untuk mengelola urusan sawit A-Z, sehingga masyarakat mendapat pelayanan satu pintu," ujar Budi mengutip Antara.
Menurut Budi, badan ini juga harus mengelola satu data sawit yang diperbarui secara periodik guna perbaikan dan pengembangan industri sawit (continuous improvement).
"Harapannya dimulai oleh Pemerintah Presiden Prabowo, industri sawit berkembang lebih mantap dan tertata, sehingga nilai easy of doing bussiness (EODB) Indonesia meningkat, dan investor yakin berinvestasi di sektor sawit," katanya.
Budi juga mengapresiasi hasil kajian sistemik Ombudsman RI terkait potensi maladministrasi dalam tata kelola industri kelapa sawit di Indonesia.
Hasil temuan ini diharapkan dapat ditindaklanjuti dengan kebijakan afirmatif (affirmative policy) untuk settling down permasalahan sawit.
Diketahui, berdasarkan temuan Ombudsman RI, status lahan perkebunan sawit yang tidak jelas akibat tumpang tindih dengan kawasan hutan telah mengganggu keberlangsungan usaha perkebunan kelapa sawit.
Ditemukan luasan irisan overlay tumpang tindih lahan perkebunan sawit dengan kawasan hutan adalah seluas 3.222.350 hektare, dengan subjek hukum sejumlah 3.235.
Konflik status kepemilikan lahan antara perkebunan kelapa sawit dan kawasan hutan mengakibatkan ketidakpastian hukum bagi petani dan perusahaan.
BACA JUGA:
Ombudsman RI menemukan potensi maladministrasi berupa ketidakjelasan prosedur dan kepastian hukum dalam persaingan usaha Pabrik Kelapa Sawit (PKS) dengan kebun dan PKS tanpa kebun, kebijakan biodesel dan pengaturan tarif ekspor Palm Oil Mill Effluent (POME).
Tata kelola industri kelapa sawit yang tidak cukup baik berpotensi menimbulkan kerugian ekonomis totalnya sawit sekitar Rp279,1 triliun per tahun.
Ombudsman mengusulkan ada satu kelembagaan yang khusus mengurusi kebijakan terkait urusan kelapa sawit. Kelembagaan tersebut diberi kewenangan sedemikian rupa sehingga dapat melakukan integrasi kebijakan terkait urusan kelapa sawit sekaligus melakukan pengawasan implementasi regulasi terkait urusan kelapa sawit.