Bagikan:

JAKARTA - Emas telah lama diakui sebagai investasi yang aman dalam jangka panjang di tengah ketidakpastian ekonomi global.

Selain itu emas juga sebagai aset pelindung nilai telah menarik perhatian seluruh investor di dunia, terutama dalam situasi pasar yang tidak stabil.

Adapun dengan harga yang cenderung naik dari waktu ke waktu, emas tidak hanya menjadi simpanan nilai tetapi juga alternatif investasi yang menjanjikan kestabilan dan keamanan bagi portofolio investor.

Buktinya saja, harga emas Antam sempat mencapai rekor tertingginya di Rp1.514.000 per gram pada 21 Oktober 2024. Bila ditarik dalam 1 tahunnya (year to date/ytd), harga emas Antam sudah naik 34,1 persen.

Berdasarkan website investing.com, Bila melihat perdagangan global, harga emas spot menguat 34,06 persen secara (ytd) menjadi 2.731,79 dolar AS per ons troi, dibandingkan pada awal tahun di 2.037,19 dolar AS per ons troi.

Investasi Aman di Tengah Gejolak Global

Presiden Komisioner HFX International Berjangka Sutopo Widodo mengatakan Emas sering dianggap sebagai investasi yang aman dalam jangka panjang karena memiliki nilai intrinsik yang tinggi dan telah diakui sebagai aset berharga selama berabad-abad.

Menurut Sutopo, stabilitasnya sebagai penyimpan nilai terlihat dari kecenderungannya untuk mempertahankan atau bahkan meningkatkan nilainya selama periode inflasi. Hal ini disebabkan ketika biaya hidup yang meningkat biasanya disertai dengan kenaikan nilai emas, sehingga melindungi daya beli investor.

"Emas tidak dibeli langsung dengan aset lain seperti saham dan obligasi. Ini berarti emas dapat membantu mengurangi risiko keseluruhan dalam portofolio investasi dengan memberikan diversifikasi," jelasnya kepada VOI, Senin, 21 Oktober.

Selain itu, emas juga merupakan aset yang sangat likuid, memungkinkan investor untuk dengan mudah membelinya atau menjualnya di pasar global. Sehingga, emas memberikan fleksibilitas untuk mengubah emas menjadi uang tunai saat diperlukan.

Menurut Sutopo, pada masa gejolak ekonomi atau pasar, banyak investor beralih ke emas sebagai safe haven. Hal ini mengingat sifatnya yang stabil dan tidak terpengaruh oleh fluktuasi ekonomi serta kebijakan pemerintah.

Nilai emas sebagai aset investasi dipengaruhi beberapa faktor, contohnya saja inflasi. Di mana, peningkatan inflasi cenderung menyebabkan nilai emas naik karena dianggap sebagai lindung nilai terhadap penurunan nilai mata uang, kebijakan bank sentral, seperti suku bunga dan pencetakan uang.

"Suku bunga rendah dan kebijakan moneter yang longgar biasanya meningkatkan permintaan emas, Karena emas menjual dalam dolar AS, nilai dolar yang lebih lemah biasanya meningkatkan harga emas, dan sebaliknya," tuturnya.

Sutopo menambahkan ketidakpastian politik dan ekonomi global dapat mendorong permintaan emas sebagai aset safe haven, dan faktor-faktor seperti produksi tambang, permintaan industri, serta permintaan untuk perhiasan turut mempengaruhi harga emas.

Menurut Sutopo, emas memiliki kemampuan unik untuk mempertahankan nilai kekayaan dalam menghadapi inflasi. Ketika harga barang dan jasa meningkat, nilai emas cenderung ikut naik, sehingga menjaga daya beli investor.

Dalam situasi inflasi, mata uang cenderung mengalami depresiasi, sedangkan emas sebagai logam mulia yang diakui secara global, menyediakan alternatif yang aman dan stabil sehingga dapat membantu melindungi portofolio investasi dari penurunan nilai mata uang.

Selama periode inflasi tinggi, investor sering mencari safe haven untuk melindungi nilai investasinya. Dengan sejarahnya sebagai aset yang aman, emas menjadi pilihan utama bagi para investor dalam mencari perlindungan terhadap gejolak ekonomi yang dipengaruhi oleh inflasi.

"Emas cenderung mengalami peningkatan nilai selama periode inflasi. Hal ini karena permintaan emas sebagai aset safe haven meningkat ketika inflasi tinggi, yang pada gilirannya mendorong harga emas naik," imbuhnya.

Emas sebagai Diversifikasi Investasi

Menurut Sutopo, diversifikasi investasi sangat penting karena dapat mengurangi risiko. Maksudnya, jika satu jenis investasi mengalami kerugian, investasi lainnya mungkin masih menghasilkan keuntungan.

Menurutnya, emas merupakan pilihan yang cocok untuk diversifikasi dan perlindungan terhadap inflasi, meskipun terdapat risiko penguatan harga jangka pendek. Sementara, saham menawarkan potensi keuntungan yang tinggi tetapi disertai dengan risiko volatilitas dan risiko terkait perusahaan.

Sedangkan, investasi pada properti cenderung stabil dalam jangka panjang, namun memiliki likuiditas rendah dan biaya pemeliharaan yang tinggi.

"Setiap jenis investasi memiliki risiko dan keuntungan masing-masing. Pilihan terbaik tergantung pada tujuan investasi, toleransi risiko, dan jangka waktu investasi," ujarnya.

Prediksi 'Kilau' Harga Emas

Sutopo menyampaikan ketidakpastian ekonomi, seperti inflasi tinggi dan kebijakan moneter yang longgar, cenderung mendorong harga emas naik. Kebijakan moneter dari bank sentral utama, seperti The Fed yang menerapkan suku bunga rendah, dapat meningkatkan permintaan emas sebagai aset safe haven.

Selain itu, meningkatnya penggunaan emas dalam teknologi dan industri, serta permintaan dari investor yang mencari perlindungan terhadap inflasi, turut mendukung tren kenaikan harga emas. Dengan mempertimbangkan prediksi tren kenaikan harga emas, investor jangka panjang mungkin melihat emas sebagai aset yang aman dan menguntungkan untuk dimiliki dalam portofolionya.

Menurut Sutopo emas umumnya disimpan sebagai investasi jangka panjang, di mana dampaknya akan lebih terasa setelah periode lima tahun.

Oleh sebab itu, Sutopo memprediksi harga emas akan mecapai 2.800 dolar AS per ons troi hingga akhir tahun 2024, dan dalam 5 tahun kedepan diperkirakan akan berada di level 3.500 hingga 4.000 dolar AS per ons troi.

Sementara untuk harga emas Antam di akhir tahun 2024 akan berada di kisaran harga Rp1,4 juta hingga Rp1,6 juta. Dan pada 5 tahun kedepan berada di level Rp2,2 juta hingga Rp2,5 juta.

Senada, Direktur BCA Syariah Pranata menyampaikan, di tengah ketidakpastian global, seperti inflasi, krisis ekonomi, dan kondisi geopolitik saat ini, emas tetap menjadi pilihan masyarakat sebagai instrumen investasi yang likuid dan aman untuk jangka panjang. Hal tersebut tercermin dalam lima tahun terakhir, harga emas menunjukkan rata-rata kenaikan hingga 11,19 persen per tahunnya.

Pranata menyampaikan hingga September 2024 pembiayaan murabahah emas (Emas iB) tumbuh positif mencapai 150,9 persen (yoy) mencapai Rp133,63 miliar. Selanjutnya Komposisi pembiayaan Emas iB mencapai 10,5 persen dari total pembiayaan konsumer di BCA Syariah.

Menurut Pranata pembiayaan emas iB akan terus tumbuh seiring dengan kegiatan edukasi yang terus dilakukan kepada masyarakat dan pengembangan solusi digital untuk menambah kemudahan proses pengajuan pembiayaan.

Sebelumnya, Pranata menyampaikan produk pembiayaan murabahah emas iB (Emas iB) merupakan produk pembiayaan dari BCA Syariah untuk kepemilikan logam mulia (emas) dengan prinsip syariah menggunakan akad murabahah (jual beli).

Pranata menilai generasi muda saat ini mengharapkan investasi yang mudah, cepat dan menguntungkan.

"Selain proses pengajuan pembiayaan yang sangat mudah, keunggulan dari pembiayaan emas kami antara lain kepastian gramasi dan angsuran hingga akhir pembiayaan dengan jangka waktu yang dapat disesuaikan dengan kemampuan nasabah," ujarnya dalam acara media gathering BCA Syariah, Senin, 7 Oktober.

Selain itu, Pranata menyampaikan pembiayaan Emas iB dilengkapi kemudahan pengajuan pembiayaan dengan layanan akad ditempat untuk pengajuan pembiayaan di luar cabang.

Saat ini BCA Syariah juga tengah mengembangkan pengajuan pembiayaan Emas iB secara online melalui mobile banking yang terbaru yaitu BSya (bi-sya) by BCA Syariah.

“Melalui pembiayaan Emas iB, kami ingin meningkatkan akses masyarakat terhadap produk investasi di bank syariah sekaligus membantu mengamankan masa depan finansial mereka dengan tetap mematuhi prinsip-prinsip syariah,” ucap Pranata.

Untuk diketahui, BCA Syariah mencatat hingga Agustus 2024, total Aset BCA Syariah telah mencapai Rp14,3 triliun, tumbuh 8,7 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (yoy).

Sedangkan penyaluran pembiayaan BCA Syariah tercatat sebesar Rp10,0 triliun tumbuh 30,4 persen (yoy). Dana Pihak Ketiga (DPK) mencapai Rp10,9 triliun atau meningkat sebesar 9,2 persen (yoy).