JAKARTA - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan meresmikan dimulainya tahap pertama produksi dan rencana ekspansi fasilitas produksi bahan katoda Lithium Iron Phosphate (LFP) oleh PT LBM Energi Baru Indonesia.
Untuk informasi, LBM Energi Baru Indonesia merupakan konsorsium Indonesia Investment Authority (INA) dan Changzhou Liyuan New Energy Technology Co., Ltd. (Changzhou Liyuan) yang merupakan salah satu produsen dan pemasok LFP terbesar di dunia.
“Sebagaimana sering disampaikan oleh Bapak Presiden Joko Widodo, Indonesia tidak boleh lagi hanya menjadi eksportir bahan mentah. Kita harus menciptakan nilai tambah di negeri sendiri, membangun industri hilir yang kuat, dan menempatkan diri sebagai pemain kunci dalam rantai pasok global. Hilirisasi bukan hanya kata-kata, tetapi strategi besar untuk mempercepat kemajuan Indonesi terutama di sektor yang akan mendominasi masa depan: ekosistem kendaraan listrik, Electric Vehicle (EV),” ujar Luhut, Selasa, 8 Oktober.
Fasilitas yang terletak di Kendal Industrial Park (KIP) ini diproyeksikan untuk menjadi produsen Katoda LFP terbesar di dunia di luar China. Investasi bersama yang direncanakan sebesar 200 juta dolar AS bertujuan untuk meningkatkan kapasitas produksi dari 30.000 ton pada fase I, yakni yang saat ini sedang dalam pelaksanaan produksi percontohan, menjadi 90.000 ton pada fase II, yang diharapkan akan dimulai pada tahun 2025.
Asal tahu saja, LFP adalah salah satu dari dua bahan kimia utama dalam baterai litium-ion, di samping Nickel Cobalt Manganese (NCM). Dikenal akan efektivitas biayanya, LFP sangat cocok untuk EV dan sistem penyimpanan energi.
BACA JUGA:
Berdasarkan studi Bain tentang Ekosistem Baterai EV1, permintaan baterai global diperkirakan akan tumbuh sekitar empat kali lipat antara tahun 2023 dan 2030, yang didorong oleh meningkatnya adopsi EV, memposisikan LFP untuk memainkan peran penting dalam memenuhi permintaan tersebut.
Pada tahun 2030, NCM diproyeksikan akan mewakili sekitar 50 persen dari permintaan baterai litium-ion, sementara LFP diperkirakan akan menyumbang sekitar 35 persen, di mana keduanya diperkirakan akan tetap menjadi pusat pertumbuhan industri baterai di masa depan.
Kemitraan strategis ini berfokus pada bahan katoda LFP yang mewakili nilai tambah tertinggi dalam rantai nilai baterai, sehingga memungkinkan fasilitas ini untuk memanfaatkan peluang yang dihadirkan oleh pasar yang berkembang tersebut.
“Ini bukan sekadar pabrik, tetapi juga fondasi dari ekosistem EV Indonesia yang terintegrasi. Melalui penyempurnaan rantai produksi baterai lithium, tidak kurang dari 3 juta unit kendaraan listrik di seluruh dunia akan dipenuhi kebutuhan baterai lithiumnya oleh industri di Indonesia,” tandas Luhut.