JAKARTA - Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Eko S.A. Cahyanto melakukan pertemuan dengan Wakil Menteri Industri dan Teknologi Informasi Republik Rakyat Tiongkok (RRT) Wang Jiangping di kantor Kemenperin, Jakarta, pada Rabu, 25 September.
Hal ini menindaklanjuti pertemuan antara Menteri Perindustrian (Memperin) Agus Gumiwang Kartasasmita dan Menteri Industri dan Teknologi Informasi RRT Jin Zhuanglong di Beijing, pada Juni 2024.
Pada pertemuan tersebut, Menperin menyampaikan situasi bisnis di Indonesia yang sangat strategis bagi perusahaan-perusahaan Tiongkok untuk menjalankan aktivitas industrinya.
Eko mengatakan, pihaknya mendorong kerja sama antara Indonesia dan Tiongkok dalam pengembangan hilirisasi dan perwujudan industri hijau di Indonesia.
Selain itu, Kemenperin juga mengusulkan kerja sama dengan Tiongkok pada industri photovoltaic serta bersama-sama menyusun kembali tata kelola industri smelter yang sebagian dibangun oleh perusahaan-perusahaan asal negeri tirai bambu tersebut.
"Kami mengharapkan, kunjungan Wakil Menteri Industri dan Teknologi Informasi RRT kali ini akan meningkatkan dan memperkuat hubungan yang sudah terjalin baik antara kedua negara, khususnya dalam memperkuat kerja sama sektor industri," ujar Eko melalui keterangan tertulisnya, Jumat, 27 September.
Dia menilai, keinginan kerja sama di bidang photovoltaic lantaran mempertimbangkan kemajuan energi baru terbarukan (EBT) yang dimiliki Tiongkok serta untuk mewujudkan komitmen atas pengurangan emisi menjadi misi bersama negara-negara di dunia.
"Untuk meningkatkan kedalaman industri produk photovoltaic untuk Indonesia, pihak Indonesia mengundang industri pengolahan silika dan komponen photovoltaic Tiongkok berinvestasi di Indonesia," katanya.
Tak sampai di situ, kata Eko, pihaknya juga menaruh perhatian besar terhadap tata kelola industri smelter yang dimiliki perusahaan-perusahaan asal Tiongkok, di mana banyak membangun kawasan industri dan smelter khususnya nikel di wilayah Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara dan Maluku Utara.
"Kami memandang perlunya reformasi tata kelola, di antaranya melalui pembinaan dan pengawasan intens terhadap kawasan industri dan industri smelter," ucap Eko.
Tujuannya untuk meningkatkan kualitas pengelolaan industri sesuai standar yang berlaku secara nasional maupun internasional.
BACA JUGA:
Terkait hilirisasi industri, saat ini terdapat enam mineral yang memiliki potensi besar untuk dikembangkan di Indonesia, yaitu Molibdenum, Antimon, Kromium, Kobalt, Lithium dan Logam Tanah Jarang.
Pemerintah juga telah menerapkan kebijakan sesuai dengan pengaturan pada Undang-undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara serta peraturan turunan lainnya dalam rangka implementasi Roadmap Hilirisasi Mineral Logam.
Menurut Eko, hilirisasi mineral tidak lepas dari upaya penerapan prinsip-prinsip berkelanjutan. Indonesia sendiri telah memiliki standar industri hijau dengan tiga pilar industrialisasi hijau, meliputi peningkatan struktur industri yang berkesinambungan, peningkatan efisiensi energi di semua tahap produksi dan promosi transisi energi dan ekonomi sirkular.
"Indonesia membuka peluang kerja sama dengan Tiongkok dalam rangka mewujudkan industri hijau, khususnya pada sektor industri baja," tuturnya.