Bagikan:

JAKARTA - Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) dan Mahkamah Agung (MA) menjalin kerja sama untuk penguatan perlindungan dana masyarakat di perbankan maupun perusahaan asuransi di Indonesia dalam mengantisipasi penerapan program penjaminan polis asuransi.

Kerja sama tersebut diimplementasikan kedua lembaga melalui penandatangan nota kesepahaman yang bertujuan untuk semakin menguatkan kerja sama dan hubungan kelembagaan yang telah berjalan baik selama ini termasuk untuk meningkatkan koordinasi dalam upaya menjaga stabilitas sistem keuangan dan memberikan kepastian hukum.

"Kerja sama ini akan membuka ruang untuk saling bertukar informasi, mengatasi berbagai tantangan hukum dan peraturan yang ada, serta menciptakan mekanisme yang lebih efektif dalam pelaksanaan tugas dan fungsi masing-masing. Tentunya kerja sama tersebut harus berjalan dengan penghormatan terhadap nilai independensi dari masing-masing lembaga,” kata Ketua Dewan Komisioner LPS Purbaya Yudhi Sadewa di Jakarta, dikutip dari Antara, Jumat 20 September.

Adapun ruang lingkup dari nota kesepahaman tersebut meliputi antara lain penguatan dan pengembangan hukum terkait dengan penjaminan dan perlindungan dana masyarakat yang ditempatkan pada bank serta perusahaan asuransi dan perusahaan asuransi syariah.

Nota kesepahaman itu juga mencakup tentang peningkatan kapasitas dan kompetensi sumber daya manusia serta penyediaan, pertukaran, dan pemanfaatan data dan informasi, serta bidang kerja sama lain yang disepakati oleh LPS dan MA sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

"Semoga nota kesepahaman ini menjadi langkah awal dari berbagai kegiatan kolaboratif dan inisiatif produktif, yang akan membawa kesuksesan dan kemajuan bagi pembangunan hukum dan sistem keuangan di Indonesia,” ujar Purbaya.

Sesuai mandat Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UUP2SK), LPS diamanatkan untuk menjalankan Program Penjaminan Polis Asuransi. LPS akan mulai efektif menjalankan mandat baru itu paling lambat 5 tahun sejak UU P2SK ditetapkan.

Sementara itu, Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia Muhammad Syarifuddin mengatakan, dengan terlaksananya nota kesepahaman tersebut, maka pihaknya akan bekerja sama lebih intens lagi dengan LPS.

“Nantinya kami akan berkoordinasi sesuai dengan tugas dan kewenangan kita masing-masing yang ada irisannya antara LPS dengan kita yang perlu kita atur bersama. Sekarang pun telah berjalan, seperti misalnya kami sedang merancang Rancangan Peraturan Mahkamah Agung yang nantinya akan dibahas bersama LPS, lalu diuji publik baik oleh praktisi dan akademisi, baru akhirnya akan dibawa kembali ke Mahkamah Agung,” tuturnya.

Saat ini, LPS dan Mahkamah Agung melalui Tim Pokja Bersama sedang menyusun Rancangan Peraturan Mahkamah Agung (Raperma), mengenai Tata Cara Penyelesaian Sengketa Bank dan Perusahaan Asuransi Dalam Proses Likuidasi Pengadilan Niaga. Raperma itu merupakan ketentuan yang melengkapi pengaturan dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan.

LPS melihat adanya urgensi untuk melakukan pengaturan lebih lanjut, khususnya terhadap kewenangan mengadili sengketa terkait LPS oleh peradilan di bawah Mahkamah Agung RI.

Di samping itu, Pokja bersama itu merupakan bentuk kolaborasi konkret sebagai wujud komitmen kedua lembaga untuk memberi kontribusi bagi kemajuan sistem peradilan dan penguatan fungsi resolusi LPS.