Bagikan:

JAKARTA - Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Kementerian ESDM Eniya Listiani Dewi mengungkapkan, investor di sektor energi panas bumi (geothermal) sudah bisa balik modal atau break even point (BEP) dalam waktu 10 tahun sejak Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) beroperasi komersial.

"Industi panas bumi BEP-nya 10 tahun. Setelah itu tinggal terima revenue-nya aja," ujar Eniya dalam Energy Corner yang dikutip Kamis, 19 September.

Asal tahu saja, pembangunan PLTP memiliki kontrak selama 30 tahun.

Eniya memastikan, dengan potensi kontrak selama 30 tahun tersebut akan memiliki dampak yang luar biasa apabila komponen pendukung mulai diproduksi di dalam negeri.

"Dari pintu masuk pertama seperti flow to max ini, lalu heat exchanger dan ke depannya ada turbin itu bisa dilokalisasikan. Kita berharap industri ini mulai tumbuh karena industri pendukung transisi energi ini belum banyak," sambung Eniya.

Dikatakan Eniya, saat ini memang industri seperti solar modul dan solar PV sudah banyak berkembang, namun industri lain yang bisa menopang panas bumi dan angin ini belum banyak dikembangkan di Indonesia.

Untuk itu, kata dia, pemerintah memiliki tujuan untuk menciptkan eksosistem yang bisa mendukung ekosistem EBT di Indonesia dan tengah dibahas dengan Kementerian Perindustrian untuk kita bisa membuat roadmap industri pendukung.

"Kita harapkan bisa mendukung proses transisi agar bangsa kita itu punya kesempatan untuk bergerak juga karena banyaknya investasi dari luar tapi lokal industri harus tumbuh," beber Eniya.

Sebelumnya, Eniya menyebut, Kementerian ESDM juga mendorong percepatan pembangunan infrastruktur ketenagalistrikan dengan meningkatkan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN), melalui Permen ESDM Nomor 11 Tahun 2024 tentang Penggunaan Produk Dalam Negeri.

"Kebijakan ini diharapkan dapat mempercepat pembangunan sekaligus menjadi stimulan bagi pabrikan lokal," ujar Eniya.

Dari 2014 hingga 2024, penambahan kapasitas PLTP mencapai 1,2 GW, sehingga total kapasitas terpasang panas bumi menjadi 2,6 GW, atau sekitar 11 persen dari total potensi panas bumi nasional.

Energi panas bumi juga berkontribusi 5,3 persen dalam bauran energi, menjadikan Indonesia sebagai produsen listrik panas bumi terbesar kedua di dunia.

Tambahan kapasitas ini mampu melistriki 1,3 juta rumah serta mengurangi emisi gas rumah kaca sebesar 17,4 juta ton CO2 per tahun, mendukung pencapaian target Nationally Determined Contributions (NDC) Indonesia dalam Paris Agreement.