JAKARTA - PT Pertamina (Persero) bersama produsen pesawat terbang dunia, Airbus, sepakat menjajaki peluang pengembangan ekosistem bahan bakar penerbangan berkelanjutan atau Sustainable Aviation Fuel (SAF) di Indonesia.
Kerja sama antara Pertamina dan Airbus tersebut ditandai dengan penandatanganan Nota Kesepahaman (MoU) yang dilaksanakan di acara Bali International Air Show 2024 pada Rabu 18 September di Ngurah Rai International Airport, Bali.
Melalui kerja sama ini, kedua pihak akan memetakan bahan baku yang ada di kawasan ini dan memeriksa kebutuhan logistik serta peluang pengembangan komersialnya. Hasil studi ini akan mendukung pengembangan dan produksi SAF dalam negeri sesuai dengan syarat-syarat ICAO-CORSIA dan EU RED2.
Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati menyampaikan bahwa Pertamina berperan aktif dalam membangun ekosistem yang ramah lingkungan. Melalui pengembangan bahan bakar hijau, Pertamina bertekad menjalankan mandat ketahanan dan kedaulatan energi Indonesia.
“Kemitraan dengan Airbus diharapkan dapat meningkatkan kemampuan Pertamina dalam melakukan terobosan inovasi dan pengembangan ekosistem di industri Sustainable Aviation Fuel (SAF). Bersama Airbus, kami akan fokus pada pengembangan SAF yang diharapkan dapat mendukung upaya dalam mengurangi emisi karbon,” ujar Nicke, Kamis, 19 September.
Airbus Chief Sustainability Officer, Julie Kitcher, menyambut baik kerjasama dengan Pertamina dan mendukung potensi pengembangan industri SAF dalam negeri di Indonesia.
Menurutnya, SAF adalah suatu langkah esensial menuju dekarbonisasi industri penerbangan dan Airbus berkomitmen penuh untuk meningkatkan pengembangan dan pengadopsiannya.
BACA JUGA:
"Indonesia menawarkan potensi yang signifikan dalam hal penyediaan sumber bahan baku SAF yang disetujui oleh CORSIA dan kami menyambut baik komitmen Indonesia dalam memprioritaskan pengembangan SAF," jelas Julie.
Indonesia diproyeksikan sebagai salah satu pasar dengan pertumbuhan tertinggi di dunia pada sektor industri penerbangan, dengan perkiraan pertumbuhan lalu lintas penumpang sekitar 7,4 persen per tahun. Angka ini lebih dari dua kali lipat dari rata-rata pertumbuhan global yakni sebesar 3,6 persen.
Selain itu, Indonesia juga menawarkan potensi terbesar sebagai sumber bahan baku untuk SAF, dengan potensi sumber yang menjanjikan seperti minyak goreng bekas, residu pertanian, dan sampah kota.
Sebagai faktor pendorong utama dalam upaya menuju dekarbonisasi industri penerbangan, SAF memungkinkan pengurangan emisi karbon hingga rata-rata 80 persen dibandingkan dengan bahan bakar fosil, mulai dari produksi hingga penggunaan akhir.