Bagikan:

JAKARTA - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengungkapkan rencana lanjutan terkait pengembangan kelapa sebagai bioavtur atau bahan bakar untuk pesawat.

Asal tahu saja, pemerintah bakal mengembangkan kepala yang tidak baik dikonsumsi (reject) sebagai bioavtur.

"Memang kelapa-kelapa reject itu salah satu potensi untuk bisa menjadi bahan baku bioavtur, SAF itu," ujar Direktur Bioenergi Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Edi Wibowo kepada media di Jakarta, Senin, 9 September.

Terkait implementasi bioavtur ini, terdapat beberapa hal yang masih harus dirampungkan antara lain budidaya komoditas kelapa yang saat ini masih dilakukan di perkebunan rakyat dan belum terindustrialisasi secara lebih luas.

Untuk itu, lanjut dia, terdapat rencana tambahan tugas bagi Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) untuk mengelola di luar komoditas kelapa sawit seperti kakao hingga kelapa.

Ia juga menyebut bahan baku bioavtur juga telah dikaji secara mendalam dengan menggandeng Jepang dan akademisi dari dalam negeri.

"Kalau kajian, Jepang sudah melakukan. Di kita, beberapa akademisi juga sudah ada yang melakukan," tandasnya.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta ada hilirisasi pada komoditas kelapa dengan mengolah limbahnya menjadi bioenergi dan bioavtur agar dapat memberi nilai tambah bagi ekonomi hijau.

“Saya banyak melihat limbah kelapa sekarang menjadi bioenergi. Ini penting saya kira ke depan, ini terus bisa dikembangkan. Kemudian kelapa juga bisa jadi bioavtur,” kata Presiden Jokowi dalam Konferensi Cocotech ke-51 di Surabaya, Jawa Timur, Antara, Senin, 22 Juli.

Indonesia menjadi produsen komoditas kelapa kedua di dunia setelah Filipina dengan lahan kelapa seluas 3,8 juta hektare dan produksi mencapai 2,8 juta ton per tahun serta nilai ekspor mencapai 1,55 miliar dolar AS.

“Ini sangat penting bagi Indonesia sebagai produsen kelapa terbesar kedua di dunia,” ujarnya.