JAKARTA - Pandemi COVID-19 dinilai sebagai momentum untuk Indonesia memperkuat ketahanan dan kemandirian sistem kesehatan di Tanah Air. Sebab, saat ini alat kesehatan dan obat-obatan di dalam negeri masih didominasi oleh produk luar negeri.
Wakil Presiden Ma'ruf Amin mengatakan masa pandemi COVID-19 ini merupakan saat yang tepat untuk membahas tentang ketahanan dan kemandirian kesehatan menuju Indonesia emas tahun 2045. Pandemi, kata dia, mengajarkan pelajaran berharga mengenai pentingnya memperkuat layanan sistem kesehatan di dalam negeri.
Namun, kata Ma'ruf, sayangnya mayoritas alat kesehatan (alkes) di Indonesia adalah produk impor. Karena itu, Ma'ruf mendorong peningkatan riset dan inovasi di bidang kesehatan untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat.
"Sekitar 94 persen alat kesehatan yang beredar di Indonesia merupakan produk impor. Sampai saat ini, alkes yang diproduksi di dalam negeri masih didominasi oleh produk-produk dasar dengan teknologi sederhana, dengan angka pertumbuhan industri alkes mencapai 12 persen setiap tahunnya," katanya dalam webinar, Kamis, 25 Maret.
Kemandirian kesehatan, kata Ma'ruf, juga tidak dapat dilepaskan dari ketersediaan obat dan vaksin esensial yang terjangkau dan berkualitas untuk seluruh penduduk. Upaya mendorong kemandirian produksi obat khususnya obat generik, menjadi sangat mendesak untuk dilakukan.
Menurut data Kementerian Perindustrian, saat ini terdapat 178 perusahaan farmasi swasta nasional, 24 perusahaan multinasional dan 4 BUMN pada tahun 2019.
"Namun 90 persen bahan baku obat-obatan masih diimpor dari luar negeri," jelasnya.
Perlu didukung dengan SDM yang unggul
Menurut Ma'ruf, salah satu unsur penting untuk menjadi bangsa yang memiliki ketahanan dan kemandirian adalah dengan memiliki SDM yang unggul. Ketersediaan SDM menjadi penting untuk mendukung Indonesia dapat mandiri kesehatan. Karena itu, pemerintah menempatkan program pembangunan SDM sebagai prioritas nasional.
"Kemandirian dalam bidang kesehatan menjadi sangat penting, yang meliputi ketersediaan SDM, obat-obatan, dan alat kesehatan, serta kemampuan riset, termasuk surveilan genomik," jelasnya.
Lebih lanjut, Ma'ruf mengatakan laporan profil kesehatan tahun 2019 menunjukkan jumlah SDM kesehatan di Tanah Air sebanyak 1.182.024 orang. Terdiri dari 73,13 persen tenaga kesehatan dan 26,87 persen tenaga penunjang kesehatan. Namun demikian, Indonesia masih menghadapi masalah sebaran tenaga kesehatan.
BACA JUGA:
"Khususnya di daerah tertinggal, terdepan, dan terluar atau 3T. Laporan Profil Kesehatan Indonesia tahun 2019 juga menyebutkan jika 19,7 persen puskesmas masih kekurangan dokter, dan 65,6 persen puskesmas masih belum memiliki jumlah tenaga preventif dan promotif yang lengkap," ucapnya.
Karena itu, kata Ma'ruf, perlu dilakukan peningkatan kapasitas lembaga riset, termasuk kapasitas surveilan genomik. Saat ini, berbagai lembaga seperti Eijkman, Balitbangkes, Unair, UGM, UNS, LIPI, UIN, ITB, Universitas Tanjungpura, dan Mikrobiologi FKUI telah melakukan surveilan genomik di berbagai provinsi di Indonesia.
"Saya berharap kemampuan ini dan riset pengembangan alat-alat kesehatan serta obat-obatan terus ditingkatkan. Karena hal ini sangat vital bagi upaya kita membangun kemandirian kesehatan," tuturnya.
Ma'ruf menjelaskan, upaya penguatan ketahanan dan kemandirian kesehatan di dalam negeri tidak hanya akan berdampak positif dalam meningkatkan derajat status kesehatan masyarakat Indonesia. Namun juga akan meningkatkan peran dan kontribusi Indonesia di tingkat regional maupun global.