JAKARTA - Pengamat pasar modal dari Universitas Indonesia (UI) Budi Frensidy menilai, kenaikan asumsi defisit pada RAPBN 2025 tidak akan menjadi masalah bagi pasar modal.
“Persentase defisit masih tidak banyak berbeda seperti sebelumnya, sehingga no issue (tidak ada masalah) soal ini,” ujar Budi Frensidy dilansir ANTARA, Senin, 19 Agustus.
Mempertimbangkan hal tersebut, ia menyatakan, kepercayaan pasar dan masyarakat mestinya akan tetap terjaga.
Nilai defisit dalam RAPBN 2025 diasumsikan sebesar 2,53 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) atau Rp616,2 triliun.
Angka tersebut naik dibandingkan proyeksi dalam RAPBN 2024 yang tercatat sebesar 2,29 persen dari PDB atau Rp522,8 triliun.
Tidak hanya nilai defisit, ia mengatakan bahwa asumsi suku bunga juga tidak banyak berbeda dengan kondisi saat ini, sehingga kemungkinan tidak akan menimbulkan volatilitas pada pasar.
“Pemerintah sepertinya tidak begitu optimistis mengenai kondisi perekonomian kita tahun depan,” kata Budi.
Ia menuturkan bahwa hal tersebut juga terlihat dari asumsi nilai tukar rupiah pada tahun depan yang berada di kisaran Rp16.100 per dolar AS.
Menurut dia, hal tersebut menunjukkan bahwa pemerintah mencoba bersikap realistis, walaupun sedikit pesimistis.
“Tidak sulit untuk memastikan (asumsi) ini tercapai,” ucapnya.
BACA JUGA:
Budi berharap, pemerintahan baru nantinya dapat menjaga nilai tukar rupiah di bawah Rp16 ribu per dolar AS.
Selain itu, ia mengharapkan pemerintahan presiden dan wakil presiden terpilih Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka dapat menggenjot pertumbuhan ekonomi agar dapat mencapai 6 persen atau lebih.
“Pesan saya juga jaga rasio utang tetap di bawah 40 persen dan defisit maksimal 3 persen,” imbuh Budi.