JAKARTA - Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman menyatakan pentingnya memitigasi risiko kemarau panjang melalui pompanisasi, sebagai langkah strategis dalam membantu petani mengatasi kekeringan dan menjaga stabilitas produktivitas pertanian.
"Mohon kiranya mitigasi risiko kemarau dengan pompanisasi dilakukan secara masif di seluruh Indonesia," kata Amran dilansir ANTARA, Rabu, 14 Agustus.
Dia menyampaikan bahwa pompanisasi adalah solusi cepat untuk meningkatkan produksi beras dalam negeri di tengah ancaman kekeringan. Program itu sudah dijalankan sejak awal tahun 2024.
Dengan pompanisasi, pengairan sawah bisa dilakukan dengan menyedot air dari sungai atau embung menggunakan pompa, kemudian dialirkan melalui pipa ke ladang sawah.
Hingga saat ini, kata dia, total realisasi luas tanam atau perluasan areal tanam (PAT) per 7 Agustus 2024 telah mencapai 915.394 hektare.
Amran menekankan, kesuksesan program PAT sangat didukung oleh percepatan pompanisasi yang sudah menjangkau lebih dari 716.293 hektare.
"Sementara untuk tahun ini, Kementan mengalokasikan bantuan pompa air sebanyak 62.378 unit dan irigasi perpompaan 9.904 unit," jelasnya.
Mentan menambahkan, dampak pompanisasi telah terasa dan positif bagi para petani di daerah. Karenanya pemasangan pompa air di wilayah sentra pertanian harus dipercepat.
Dia juga meminta hal itu agar menjadi perhatian khusus para gubernur, bupati dan wali kota di seluruh Indonesia.
Sebelumnya, Badan Meteorologi Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) merilis kekeringan parah yang terjadi saat ini meluas ke berbagai daerah. Hal ini seperti yang terlihat pada data monitoring kondisi cuaca Hari Tanpa Hujan (HTH) yang terjadi selama pemantauan BMKG di akhir Juli 2024.
"Monitoring HTH menunjukkan mayoritas wilayah Jawa Tengah, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur sudah mengalami HTH ekstrem panjang yaitu lebih dari 60 hari tidak mengalami hujan," ujar Plt. Kepala BMKG Dwikorita Karnawati dalam keterangan di Jakarta, Selasa.
BACA JUGA:
Menurut Dwikorita, HTH terpanjang sejauh ini terjadi di daerah Naoini, Tenau, Futubena dan Mapoli wilayah NTT.
Di sana, kekeringan bahkan mencapai 102 hingga 103 hari tanpa hujan.
"Karena itu, saya berharap untuk melakukan mitigasi potensi dampak kekeringan pada daerah sentra pangan dengan memastikan kecukupan air irigasi dan ketersediaan air pada jaringan irigasi," katanya.
Sementara itu, analisis curah hujan dan analisis sifat hujan untuk dua dasarian terakhir juga menunjukkan bahwa kekeringan meluas hingga sebagian besar Sumatera, Jawa, Bali, Nusa tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan dan sebagian Sulawesi dengan rata-rata curah hujan kurang dari 20 mm/dasarian.
"Selanjutnya diprediksi akan segera memasuki musim kemarau adalah sebagian besar Kalimantan, sebagian besar Sulawesi dan Maluku," katanya.
Berdasarkan monitoring tersebut, kata dia, BMKG mengimbau agar para petani menyesuaikan pola tanam terutama pada tanaman pangan dan hortikultura agar ke depan mampu memenuhi ketahanan pangan nasional.
"Segera melakukan penyesuaian terhadap pola tanam tanaman pangan dan hortikultura di wilayah-wilayah yang mengalami kekeringan," katanya.