JAKARTA - Chief Economist PermataBank Josua Pardede mengatakan bahwa ekspektasi pasar (market) terhadap penurunan suku bunga Amerika Serikat (AS) atau Fed Fund Rate (FFR) mencapai 75 hingga 100 basis poin (bps) pada sisa tahun ini, setelah tingkat inflasi pada Juni turun.
“Kalau kita melihat data terakhir 7 Agustus kemarin, saat ini market melihat bahwa ada peluang untuk Fed memangkas suku bunganya di bulan September sekitar 50 bps, di bulan November sekitar 25 bps, dan di Desember sekitar 25 bps. Jadi total tahun ini, di sepanjang sisa tahun ini, market melihat ada ruang sekitar 100 bps untuk penurunan suku bunga Fed,” kata Josua dalam "PIER Economic Review: Mid-Year 2024" secara virtual di Jakarta, dikutip dari Antara, Kamis 8 Agustus.
Josua mengingatkan, pendorong inflasi AS yang tinggi di tahun 2022 dan 2023 sebagian besar berasal dari komponen inti (core inflation). Pada tahun 2022 saat perang Rusia dan Ukraina memuncak, logistic cost atau transportation cost juga menjadi salah satu pendorong inflasi AS.
Namun, sekalipun tensi geopolitik Rusia dan Ukraina serta ditambah tensi geopolitik di Timur Tengah masih berlanjut hingga saat ini, tren inflasi AS mulai kembali mereda atau disinflasi terus berlanjut sehingga ini menjadi salah satu pertimbangan untuk pemangkasan suku bunga The Fed mulai terjadi pada tahun ini.
“Kemudian, tingkat pengangguran AS saat ini sebenarnya sudah melampaui dari target dari Fed sendiri. Sehingga kalau kita mengacu kepada asesmen inflasi dan juga asesmen dari sisi pasar tenaga kerja di AS, memang momentum untuk menurunkan suku bunga cukup relevan,” kata Josua.
Head of Macroeconomics & Financial Market Research PermataBank Faisal Rachman menambahkan, Bank Indonesia (BI) juga memiliki ruang untuk memangkas suku bunganya apabila penurunan suku bunga AS sesuai dengan yang diekspektasikan pasar.
Selain mempertimbangkan suku bunga AS, jelas Faisal, BI akan mempertimbangkan tingkat inflasi dalam negeri dan kondisi keseimbangan eksternal (external balance). Dia mengingatkan, inflasi Indonesia saat ini sudah berada di level yang terjaga. Kemudian dari sisi eksternal, meskipun ada risiko pelebaran defisit pada current account balance namun masih dapat dikatakan kecil atau jauh di bawah dari rata-rata sebelum pandemi.
BACA JUGA:
“Dan juga kita lihat bahwa surplus (di sisi trade balance) masih terus berlanjut. Walaupun memang tren surplus itu menyusut tetapi masih terus melanjutkan trennya. Dan kami lihat, mungkin sampai akhir tahun ini, juga surplus masih akan terus berlanjut meskipun memang dalam tren penurunan,” imbuh Faisal.
Dengan indikator-indikator tersebut, lanjut Faisal, sebenarnya telah membuka ruang bagi BI untuk bisa melakukan pemotongan suku bunga di tahun ini. Ekspektasi pemangkasan suku bunga BI juga semakin menguat apabila nantinya didukung oleh kondisi global yang membaik seperti sinyal dovish dari The Fed, perbaikan tensi geopolitik, dan kepastian terkait hasil Pemilu di AS.
“Saya melihat memang The Fed itu bisa melakukan multiple cut rate, sehingga membuka ruang untuk BI dapat melakukan pemotongan 1 kali hingga 2 kali tahun ini,” kata Faisal.