Bagikan:

JAKARTA - Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) ungkapkan adanya pontensi penurunan suku bunga acuan bank sentral Amerika Serikat yakni Federal Funds Rate (FFR) lebih cepat dibandingkan dengan ekspektasi awal.

Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menyampaikan semula pihaknya memperkirakan FFR baru akan turun pada Desember 2024.

Namun, dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) Juli 2024 yang lalu perkiraan The Fed akan menurunkan suku bunganya pada November 2024.

“Tapi Federal Open Market Committee (FOMC) kemarin ada probabilitas Fed Fund Rate itu akan mulai turun pada bulan September 2024,” ujarnya dalam Konferensi Pers Hasil Rapat Berkala KSSK III Tahun 2024, Jumat, 02 Agustus.

Perry menjelaskan, Eropa dan England sudah mulai menurunkan suku bunganya, Namun, Amerika Serikat masih belum.

Sebab itu, pihaknya akan melihat dampaknya pada suku bunga global khususnya suku bunganya obligasi Amerika Serikat.

Meski begitu, Perry belum dapat memastikan kapan suku bunga acuan BI atau BI-rate akan diturunkan.

Sebagai informasi, BI-rate berada di level 6,25 persen atau naik pada April 2024 lalu. Dan pada RDG Mei hingga Juli 2024, BI masih mempertahankan suku bunganya dilevel 6,25 persen.

Menurut Perry, dengan melihat kondisi inflasi inti yang diperkirakan akan tetap rendah kedepannya, harusnya BI-rate bisa diturunkan.

Namun, BI memandang kondisi inflasi inti pada Juli 2024 tetap terjaga. Inflasi inti pada Juli 2024 tercatat sebesar 0,18 persen month to month (mtm), lebih tinggi dari inflasi pada bulan sebelumnya sebesar 0,10 persen mtm.

“Cuma memang (BI-rate) belum bisa turun karena kami harus fokus memitigasi risiko global. Sehingga kami kemarin dalam konferensi pers ada beberapa kawan tanya, apa gerakan kesana (penurunan BI-rate)? Iya, tapi memang kami harus memastikan risiko globalnya terkendali dulu ya. Seperti itu,” ungkapnya.

Perry menjelaskan, pihaknya buntuk mitigasi global, akan fokus pada foreign exchange intervensi atau investasi pada valuta asing (valas), intervensi di spot maupun di valas.

Selain itu, kata dia, kondisi cadangan devisa RI masih cukup aman, meskipun tidak bisa terus-terusan melakukan intervensi valas.

“Sehingga kami koordinasi dengan Bu Menteri (keuangan), yaitu SRBI dengan SBN. Ya, karena memang di triwulan 1 kemarin terjadi SBN outflownya, kalau dalam dolarnya itu 1,82 miliar dolar AS,” ucapnya.