Bagikan:

JAKARTA - Nilai tukar rupiah pada perdagangan Kamis, 1 Agustus 2024 diperkirakan akan bergerak melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS). 

Mengutip Bloomberg, nilai tukar Rupiah hari Rabu, 31 Juli 2024, Kurs rupiah di pasar spot ditutup naik 0,25 persen di level Rp16.260 per dolar AS. Sementara, kurs rupiah Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) Bank Indonesia (BI) ditutup menguat 0,15 persen ke level harga Rp16.294 per dolar AS. 

Direktur PT Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi menyampaikan Bank sentral secara luas diperkirakan akan mempertahankan suku bunga tetap stabil. Namun, fokus akan tertuju pada sinyal potensial pemangkasan suku bunga, menyusul beberapa pembacaan inflasi yang lemah dan komentar dovish dari pejabat Fed. 

"Konsensus umum sebagian besar mendukung pemangkasan 25 basis poin pada bulan September," ujarnya dalam keterangannya, dikutip Kamis, 1 Agustus. 

Selain itu, Ketegangan di Timur Tengah memanas menyusul laporan bahwa kepala Hamas Ismail Haniyeh telah dibunuh di Iran, menurut pernyataan dari kelompok militan Palestina Hamas dan laporan media pemerintah Iran pada hari Rabu. 

Hal ini terjadi sehari setelah pemerintah Israel mengklaim telah menewaskan komandan senior Hizbullah dalam serangan udara di Beirut pada hari Selasa sebagai balasan atas serangan roket lintas batas pada hari Sabtu di Israel. 

Selain itu, Ibrahim menyampaikan di Asia, data PMI menunjukkan sektor manufaktur Tiongkok menyusut selama tiga bulan berturut-turut pada bulan Juli, sementara pertumbuhan nonmanufaktur melambat. Data tersebut muncul setelah pertemuan Politbiro Tiongkok yang menunjukkan pemerintah menjanjikan lebih banyak langkah stimulus, terutama yang ditujukan untuk meningkatkan sentimen konsumen. 

Dari sisi internal, Lembaga pemeringkat S&P kembali mempertahankan Sovereign Credit Rating atau peringkat utang Indonesia pada BBB, satu tingkat di atas investment grade, dengan outlook stabil pada 30 Juli 2024.  

S&P meyakini bahwa prospek pertumbuhan ekonomi indoneisa akan tetap solid dengan ketahanan eksternal dan beban utang pemerintah yang terjaga, didukung kerangka kebijakan moneter dan fiskal yang kredibel.

Selain itu, S&P memproyeksikan rata-rata pertumbuhan ekonomi Indonesia selama tiga sampai empat tahun ke depan akan tetap terjaga sekitar 5,0 persen. Proyeksi pertumbuhan ekonomi tersebut didorong permintaan domestik yang tetap kuat, serta belanja Pemerintah dan investasi swasta yang meningkat. 

Sementara itu, ketahanan sektor eksternal akan tetap terjaga pada jangka menengah. Kinerja sektor eksternal didukung prakiraan kenaikan ekspor sejalan dengan implementasi kebijakan hilirisasi di tengah pelemahan harga komoditas. S&P juga mengapresiasi komitmen Pemerintah Indonesia untuk menjaga inflasi yang terjaga sejak 2010. Selain itu, S&P memproyeksikan inflasi pada 2024-2025 akan berada pada kisaran target 2,5 persen plus minus 1 persen, masing-masing sebesar 2,8 persen dan 3,0 persen. 

Selain itu, inovasi strategi operasi moneter yang pro-market dengan penggunaan instrumen berbasis pasar dinilai semakin meningkatkan fleksibilitas kebijakan moneter.  Pada sektor fiskal, S&P memandang pemerintah Indonesia tetap berkomitmen untuk menjaga defisit fiskal di bawah 3 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). 

Secara umum, S&P meyakini pemerintahan baru akan memperhatikan aspek keberlanjutan kebijakan guna menjaga kredibilitas serta menghindari disrupsi ekonomi dan keuangan yang signifikan. S&P sebelumnya mempertahankan Sovereign Credit Rating Indonesia pada BBB dengan outlook stabil pada 4 Juli 2023. 

Ibrahim memperkirakan rupiah akan bergerak fluktuatif namun ditutup menguat pada perdagangan Kamis, 1 Agustus 2024 dalam rentang harga Rp16.210 - Rp16.280 per dolar AS.