Bagikan:

JAKARTA - Peneliti ekonomi makro dan keuangan Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Riza Annisa Pujarama menilai terkait wacana pengenaan cukai pada konser musik kurang tepat lantaran hal tersebut sudah memiliki pajaknya tersendiri.

Adapun pajak konser masik masuk dalam Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD).

"Untuk konser musik ini kan sebenarnya sudah ada jenis pajaknya tersendiri. Begitu juga dengan deterjen," ujarnya kepada VOI, Rabu, 24 Juli.

Menurut Riza jika dengan adanya penerapan cukai pada barang tertentu berarti akan ada pembatasan dari pemerintah pada konsumsi deterjen dan konser.

"Kalau cukai itu kan dikenakan pada barang tertentu yang dibatasi pemerintah. Kalau dikenakan cukai berarti ada pembatasan pada konsumsi deterjen dan konser," jelasnya.

Meski demikian, Riza belum dapat menjelaskan lebih detail terkait hal tersebut lantaran harus melakukan kajian lebih mendalam terkait wacana tersebut.

Menurut Riza penerapan cukai biasanya dikenakan pada barang yang punya dampak negatif jika dikonsumsi seperti cukai tembakau dan alkohol ada implikasinya pada kesehatan.

"Nah, kalau tiket konser saya belum tahu dasarnya dikenakan cukai apa. Kalau deterjen, okelah, bisa menjadi sumber pencemaran tapi sejauh mana Dasar-dasarnya ini perlu kuat, bukan hanya sekedar mengerek pendapatan negara," jelasnya

Sebelumnya, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan sedang melakukan prakajian barang untuk pengenaan cukai yaitu pada tiket konser musik hingga deterjen.

Hal tersebut diungkapkan oleh Direktur Teknis dan Fasilitas Cukai Iyan Rubiyanto menyampaikan, beberapa tahun lalu pihaknya hampir mengenakan cukai untuk compact disc (CD) lantaran banyaknya protes dari kalangan artis tentang maraknya peredaran penjualan CD bajakan.

“Beberapa tahun yang lalu kita pernah hampir memungut cukai CD bajakan. Niatnya bagus, dulu informasinya artis hanya 10 persen saja yang resmi, 90 persennya di Glodok di pinggir jalan,” ucap Iyan dalam Kuliah Umum Menggali Potensi Cukai di STAN, dikutip daring Rabu, 24 Juli.

Selain itu, Iyan menyampaikan Bea Cukai juga memasukkan cukai untuk hiburan kesenian dan tiket konser dalam prakajian barang kena cukai lantaran tingginya animo masyarakat terhadap hiburan kesenian yang berpotensi meningkatkan pendapatan negara.

Menurut Iyan, banyak masyarakat Indonesia yang masuk dalam kategori kaya lantaran beberapa waktu lalu ikut nonton dan membeli tiket konser Coldplay di Indonesia, Malaysia, Singapura, dan negara lainnya.

"Ini tiket hiburan, ini kadang-kadang kemarin soldout, sampai ada konser lagi di Singapura dan, kemudian konser lagi (di negara lain). Itu dibeli dan masyarakat Indonesia saya kira kaya-kaya,” ungkapnya.

Selanjutnya, Iyan menyampaikan Bea Cukai juga memasukkan rumah mewah, fast food atau makanan cepat saji, tisu, MSG, batu bara dan deterjen dalam prakajian barang kena cukai.

“Tiap hari kita menggunakan deterjen. Pernah terpikir enggak (deterjen) dialirkan ke mana? Dibuang ke mana? Ikan di solokan, cere dulu banyak banget sekarang udah enggak ada lagi karena deterjen,” imbuhnya.