Bagikan:

JAKARTA - Gabungan Produsen Makanan Minuman Indonesia (Gapmmi) menyampaikan pengaturan kelembagaan kakao-kelapa yang disetujui Presiden Joko Widodo bisa memacu hilirisasi di sektor tersebut supaya lebih optimal.

"Kami berharap, pengaturan ini bisa menjamin ketersediaan bahan baku serta mendorong hilirisasi sesuai program pemerintah," kata Ketua Umum Gapmmi Adhi Lukman dikutip dari ANTARA, Selasa, 16 Juli.

Menurut dia, inisiasi kelembagaan yang diajukan oleh Kementerian Perindustrian itu secara langsung bisa menjaga keberlangsungan sektor makanan dan minuman (mamin), meningkatkan daya saing, serta mendorong peningkatan kontribusi nilai tambah ekonomi (economic value added/EVA) di industri kakao-kelapa.

“Gapmmi mengapresiasi langkah strategis yang diambil Kementerian Perindustrian RI yang telah menginisiasi pembentukan kelembagaan kakao dan kelapa ini," katanya.

Dia bilang, dengan dilimpahkannya pengelolaan kakao dan kelapa kepada Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) dengan membentuk dua kedeputian baru, yaitu Deputi Kakao dan Deputi Kelapa bisa memanfaatkan anggaran yang dimiliki untuk segera memacu kontribusi sektor ini.

"Saya yakin, pengelolaan dana yang dilakukan akan memperkuat sektor hulu, sehingga pertumbuhan sektor hulu bisa mendukung pesatnya pertumbuhan sektor hilir," kata dia.

Sebelumnya, Kementerian Perindustrian menginisiasi pembentukan kelembagaan kakao dan kelapa untuk menjamin ketersediaan bahan baku industri, meningkatkan daya saing, serta meningkatkan nilai tambah perekonomian (EVA) yang didapat dari sektor tersebut.

Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita menyampaikan, terkait hal tersebut, Presiden Joko Widodo telah melaksanakan rapat terbatas mengenai Badan Pengelola Dana Kakao dan Kelapa yang dari hasil ratas itu memutuskan, pengelolaan kedua sektor dilimpahkan kepada Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) dengan membentuk dua kedeputian baru, yaitu Deputi Kakao dan Deputi Kelapa.

Selama periode 2015-2023, menurut Agus, terjadi penurunan produksi kakao Indonesia sebesar 8,3 persen per tahun dan terjadi peningkatan impor dari 239.377 ton menjadi 276.683 ton.

Dia menilai, pertumbuhan industri pengolahan kakao belum dibarengi dengan ketersediaan bahan baku yang menyebabkan sembilan dari 20 perusahaan berhenti beroperasi, karena saat ini industri di sektor kakao mengimpor 62 persen bahan baku.

Karena itu, diharapkan inisiasi kelembagaan kakao dan kelapa akan memberikan dampak positif pada petani dan industri, seperti peningkatan produktivitas melalui intensifikasi dan peremajaan lahan, peningkatan hasil olahan, serta jaminan kepastian penyerapan panen.

Manfaat bagi industri berupa peningkatan nilai tambah perekonomian (EVA), peningkatan kontribusi ekspor, serta diversifikasi produk turunan bernilai tambah tinggi.