Bagikan:

JAKARTA - Penerimaan pajak daerah di Kabupaten Kudus, Jawa Tengah, selama Januari hingga semester pertama 2024 mencapai sebesar Rp85,35 miliar atau 47,04 persen dari rencana penerimaan sebesar Rp181,45 miliar.

"Meskipun semester pertama belum mencapai separuh dari target, tetapi kami tetap optimistis bisa mencapai target," kata Kepala Bidang Perencanaan dan Operasional Pendapatan Daerah Badan Pengelolaan Pendapatan, Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Kudus Pudji Astuti Setijaningrum dilansir ANTARA, Senin, 9 Juli.

Ia mengakui akan berupaya memenuhi semua pos penerimaan bisa memenuhi target yang direncanakan sejak awal tersebut.

Dari tujuh pos penerimaan pajak daerah, realisasi tertinggi dari pos pajak barang dan jasa tertentu (PBJT) yang mencapai 52,16 persen.

Untuk pos PBJT tersebut, di dalamnya terdapat pajak makanan dan minuman, tenaga listrik, jasa perhotelan, jasa parkir, serta jasa kesenian dan hiburan.

Target penerimaan dari pajak barang dan jasa tertentu selama 2024, kata dia, sebesar Rp90,74 miliar, sedangkan realisasinya hingga akhir Juni 2024 sebesar Rp47,33 miliar atau 52,16 persen.

Untuk pos penerimaan lainnya, seperti PBB yang ditargetkan Rp42,5 miliar, BPHTB sebesar Rp40 miliar, pajak reklame sebesar Rp3,6 miliar, pajak air tanah sebesar Rp4,6 miliar, dan pajak sarung burung walet sebesar Rp9 juta realisasinya masing-masing bervariasi.

Realisasinya periode Januari hingga Juni 2024 atau semester pertama, untuk pos pajak air tanah sebesar Rp2,3 miliar atau 50,32 persen, BPHTB sebesar Rp19,91 miliar atau 49,79 persen, dan PBB realisasinya sebesar Rp14,3 miliar atau 33,68 persen.

Sementara itu pajak reklame realisasinya sebesar Rp1,48 miliar atau 41,22 persen, pajak sarang burung walet sebesar Rp1,5 juta atau 17,16 persen.

Upaya mendongkrak penerimaan daerah, di antaranya dengan optimalisasi sektor penerimaan dan melakukan penagihan wajib pajak yang menunggak.

Upaya lainnya, yakni optimalisasi "tapping box" atau alat pemantau transaksi di sejumlah tempat usaha sebagai upaya mendongkrak penerimaan daerah.

"Kami juga terus memantau tempat usaha yang dilengkapi alat pemantau transaksi tersebut, karena beberapa di antaranya ada yang mengalami kerusakan termasuk menghindari hal-hal lain yang tidak diinginkan, seperti potensi adanya upaya transaksi secara manual sehingga tidak terekam alat tersebut," ujarnya.