Bagikan:

JAKARTA - Direktur Jenderal Bea Cukai Kementerian Keuangan Askolani buka suara terkait sebanyak 26.415 kontainer yang menumpuk di Pelabuhan Tanjung Priok dan Tanjung Perang masih dalam proses pemeriksaan serta perizinan kontainer sesuai dengan prosedur dan akan melibatkan beberapa kementerian/lembaga (K/L).

“Itu proses normal saja. Dijalani saja. Enggak ada hal aneh itu. Nanti kalau ada yang enggak sesuai pasti dilarang Kementerian Perindustrian, nanti kalau ada yang enggak sesuai pasti dilarang Kementerian Perdagangan, kalau enggak sesuai pasti dilarang PT Surveyor, banyak pihak yang akan mengawasinya,” kata Askolani usai Rapat Kerja bersama Badan Anggaran (Banggar), Selasa, 9 Juli.

Askolani menyampaikan hingga saat ini masih belum mengetahui isi dari kontainer tersebut.

Namun, terkait dengan dugaan kontainer yang berisi barang-barang tekstil dan produk tekstil (TPT), akan dilakukan pemeriksaan lebih lanjut oleh pihak Bea Cukai.

“Isinya pasti ikutin ketentuan. Kalau ada yang larangan dan pembatasan (lartas), itu tidak ada barang yang langsung lolos, pasti dicek. Izin perdagangan, izin sama PT Surveyor Indonesia, panjang tuh urusannya. Itu bukan hanya urusan Bea Cukai saja. Itu urusan semua pihak,” ujarnya.

Sebelumnya, Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita menyebut pihaknya tengah mencari tahu isi dari 26.415 kontainer yang sempat tertahan di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta dan Tanjung Perak, Surabaya.

Pasalnya, jika merupakan barang jadi bisa membuat produk lokal terhimpit karena kalah bersaing dalam harga.

"Jika mengikuti isu kontainer, disampaikan ada 26.000 kontainer ketika itu yang tidak bisa keluar dari pelabuhan. Kami sebagai pembina industri mempunyai kepentingan untuk mengetahui apa saja isi dari 26.000 kontainer tersebut. Kami wajib menyiapkan atau memitigasi barang-barang yang masuk ke dalam negeri," ujar Menperin Agus dalam sambutannya di acara Sosialisasi Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2024 tentang Perwilayahan Industri di kantor Kemenperin yang dipantau secara daring, Selasa, 9 Juli.

Namun sayangnya, ia mengaku, belum mengetahui isi dari dalam kontainer tersebut.

Pihaknya sudah menanyakan ke beberapa pihak, seperti Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani. Namun, belum ada jawaban langsung.

"Itu yang kami sedang cari tahu, kalau 100-200 ton mungkin tidak terlalu besar, tapi karena 26.000 (kontainer) ini angka yang sangat besar. Apa bahan baku atau barang jadi? Kami sudah tanyakan ke pihak terkait (Menkeu Sri Mulyani). Iya, tapi belum direspons," katanya.

Dikatakan Agus, pihaknya mengusulkan agar aturan baru mengenai Permendag 36/2023 kembali berlaku menggantikan Permendag Nomor 8 Tahun 2024 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor.

"Kami juga mengusulkan kepada bapak presiden untuk kembali kepada Permendag 36/2023 dan bapak presiden mengatakan untuk segera dikaji. Karena menurut pandangan kami Permendag 36 itu merupakan yang paling ideal. Tidak ada sesuatu di dunia ini yang perfect, tapi setidaknya karena di dalamnya ada Pertek (Pertimbangan Teknis) yang mengatur lalu lintas barang-barang impor masuk ke Indonesia," jelas dia.

Menurut Agus, Permendag 8 dianggap tidak sesuai harapan pelaku industri karena menimbulkan ketidakpastian.

Sehingga perubahan Permendag entah sengaja atau tidak pada dasarnya membuat bingung pelaku industri.

"Berdasarkan masukan-masukan resmi dari pelaku industri atau asosiasi, aturan itu dianggap tidak mendukung industri dalam negeri, dianggap akan mematikan industri dalam negeri. Karena industri dalam negeri akan sangat kesulitan menghadapi gempuran barang-barang impor yang pada dasarnya harganya sangat murah," tuturnya.

Adapun Kementerian Keuangan (Kemenkeu) melaporkan update penyelesaian kontainer yang tertahan di Pelabuhan Tanjung Priok dan Pelabuhan Tanjung Perak.

Per 26 Mei, telah diselesaikan sebanyak 16.451 kontainer atau 62,3 persen dari total yang tertahan 26.415 kontainer di dua pelabuhan tersebut.