JAKARTA - Smelter nikel milik PT Kalimantan Ferro Industry (KFI) diketahui memasok nikel dari Filipina untuk pabrik smelter nikel yang pertama berdiri di Kalimantan Timur (Kaltim).
Owner Representative PT Kalimantan Ferro Industry Muhammad Ardhi Soemargo menegaskan jika pihaknya sejatinya menggunakan 100 persen pasokan nikel ore dari Indonesi.
"Kenapa ambil dari Filipina? Karena beberapa tambang belum mendapat RKAB. Ketika blm ada RKAB (Rencana Kerja dan Anggaran Biaya) maka belum bisa membeli," ujarnya dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Komisi VII DPR RI, Senin, 8 Juli.
Ardhi bilang, pilihan untuk memasok nikel dari Filipina ini kemudian diambil karena industri pemurnian ini memiliki 1.400 pekerja serta perusahaan yang tidak bisa menurunkan pasokan listrik yang sebelumnya telah digunakan perusahaan dan industri yang harus terus berjalan.
Adapun pasokan nikel asal Filipina yang didatangkan baru sebanyak 1 vessel atau seberat 51.000 to.
Ardhi menegaskan, pasokan nikel asal Filipina ini hanya untuk memenuhi kekurangan pasokan nikel dari trader nikel.
"Ada nikel dari Filipina baru masuk 1 vesel 51.000 dan hanya untuk membantu nikel ore yang kekurangan. Kami tidak bisa jalan ketika RKAB tidak ada dan tidak mendapartkan nikel ore," kata dia.
BACA JUGA:
Untuk informasi, PT Kalimantan Ferro Industry (KFI) berencana mengembangkan kawasan smelter terintegrasi meliputi feronikel, ferrochrome, dan stainless steel.
Pada tahap awal, KFI berencana membangun 18 line smelter feronikel dengan menggunakan teknologi Rotary Kiln Electric Furnace (RKEF) dengan nilai investasi mencapai Rp30 triliun.
"Kami akan terus membangun sampai dengan 18 line tersebut bisa terealisasi. Yang seperti Pak Ketua sampaikan tadi Rp30 triliun," pungkas Ardhi.