JAKARTA - Disokong dengan ketangguhan perekonomian nasional yang mampu tumbuh stabil di kisaran 5 persen dan diperkuat dengan kemampuan menjaga tingkat inflasi dalam kisaran sasaran, Indonesia semakin optimis dalam mendorong laju transformasi ekonomi nasional menuju negara maju pada tahun 2045.
Selain itu, Indonesia diperkirakan akan memiliki sekitar 320 juta penduduk dengan pendapatan per kapita sekitar 26.000 dolar AS, sehingga ekonomi Indonesia diperkirakan dapat mencapai sekitar 9 triliun dolar AS.
Untuk mewujudkan visi tersebut, Pemerintah terus berupaya mendorong pembaharuan dan peningkatan kinerja berbagai mesin pertumbuhan ekonomi, terlebih pada era digitalisasi. Pada tahun 2018 lalu, Pemerintah telah mendorong peningkatan kemampuan industri nasional untuk dapat berdaya saing di ranah global dengan meluncurkan Roadmap Making Indonesia 4.0.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyampaikan ke depannya, digitalisasi berbagai industri akan terus diakselerasi sehingga investasi di Indonesia akan lebih ke arah padat modal dan membutuhkan keterampilan yang baru dari masyarakat.
“Kemudian kita mempunyai mesin kedua yang menjadi diskusi kita saat ini, yakni mengenai ekonomi digital. Saat ini ekonomi digital kita sekitar USD80 miliar dan kita harapkan pada tahun 2025 bisa meningkat menjadi USD125 miliar, dan pada tahun 2030 kita harap sekitar USD400 miliar,” ungkapnya dalam keterangannya, dikutip Minggu, 7 Juli.
Pemerintah juga tengah menempuh berbagai upaya untuk menyiapkan Sumber Daya Manusia yang berdaya saing. Melalui Program Prakerja, Pemerintah menyediakan kebijakan yang bersifat government to people yang ditujukan untuk re-skilling, up-skilling, dan pemberdayaan masyarakat melalui berbagai macam pelatihan sesuai dengan kebutuhan pasar tenaga kerja.
Sejak awal pelaksanaan, Program Prakerja hingga kini telah mampu menjangkau hingga 18 juta penerima manfaat.
Sebagai negara kepulauan, Indonesia memiliki tantangan tersendiri untuk mendorong pemerataan konektivitas serta mengakselerasi pembangunan infrastruktur digital yang memadai.
Adapun, sejumlah upaya yang ditempuh diantaranya melalui pembangunan jaringan fiber optic Palapa Ring, pemanfaatan Satelit Multifungsi Satria bagi daerah tertinggal, terdepan, dan terluar, hingga yang terbaru yakni mengadopsi teknologi Low Earth Orbit Satelite.
BACA JUGA:
Airlangga menyampaikan bahwa Indonesia telah menjadi negara dengan jumlah unicorn dan decacorn terbesar diantara negara lain. Hal tersebut salah satunya didorong dengan upaya Pemerintah dalam melakukan integrasi dengan negara-negara ASEAN sehingga dapat lebih mudah dalam mengembangkan dan memperluas jangkauan pasar.
Airlangga menyampaikan dalam inisiasi Indonesia berupa Digital Economic Agreement Framework (DEFA) telah membuka babak baru dalam integrasi ekonomi digital regional dan diharapkan akan menarik investasi dan inovasi, meningkatkan produktivitas, menciptakan lapangan kerja serta memberdayakan sektor UMKM.
Menurut Airlangga dengan pemanfaatan DEFA, ekonomi digital ASEAN pada tahun 2030 yang semula bernilai sebesar USD1 triliun, diperkirakan dapat meningkat mencapai USD2 triliun.
Indonesia bersama negara-negara ASEAN lainnya juga telah melakukan integrasi pembayaran dengan kebijakan Local Currency Settlement melalui penggunaan QRIS, sehingga memudahkan upaya mendorong digitalisasi di sektor ekonomi.
Selanjutnya, Airlangga menyampaikan bahwa di tengah berbagai upaya digitalisasi tersebut, keamanan data juga menjadi salah satu tantangan dan aspek penting yang perlu untuk terus diakselerasi.
"Indonesia perlu ada dimana-mana. Jadi kita bekerja sama dengan Eropa untuk EU-CEPA, sehingga kita bisa menjadi mitra Eropa. Kita di ASEAN, bermitra dengan Tiongkok, dengan ASEC, RCEP. Kami juga bersama India dan AS dalam Indo-Pasifik yang ditandatangani dua minggu lalu. Dan tentu saja hal terakhir yang kami lakukan, kami ingin menjadi bagian dari 37 negara OECD. Ini akan menjadi perjalanan selama tiga tahun. Jadi dalam bidang ekonomi, kami adalah sahabat semua orang,” tegas Airlangga.