Bagikan:

JAKARTA - Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM, Eniya Listiani Dewi mengungkapkan kesulitan pengembangan energi panas bumi di Indonesia. Padahal, Indonesia diketahui memiliki potensi energi geotermal mencapai 23 gigawatt (GW).

Dikatakan Eniya, letak geografis Indonesia yang berlokasi di zona ring of fire memang menyebabkan RI menjadi negara dengan potensi geotermal yang besar.

"Surprisingly memang panas bumi ini banyak ditentang di beberapa lokasi. Kadang-kadang penduduk lokal tidak paham bahwa drilling ini akan membawa listrik," ujar Eniya yang dikutip Jumat 5 Juli.

Eniya bilang, ada masyarakat di beberapa wilayah yang memiliki potensi panas bumi hanya berfokus pada pandangan bahwa aktivitas pengembangan EBT tersebut merusak lingkungan.

Padahal, kata dia, potensi panas bumi tersebar di wilayah Sumatera, Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Sulawesi dan DI Yogyakarta. Namun pengembangannya cukup sulit karena menghadapi beberapa tantangan, salah satunya ada penolakan masyarakat.

Pada kesempatan yang sama Eniya mengajak pihak yang memahami potensi panas bumi untuk menjelaskan dan memberikan pengertian kepada masyarakat umum bahwa pengembangan yang dilakukan untuk menghasilkan energi listrik yang lebih ramah lingkungan.

"Nah kita sama-sama. Saya mohonkan kolaborasi semuanya untuk bisa menjelaskan ke penduduk bahwa bahwa upaya drilling untuk geotermal itu adalah upaya kita untuk mengakselerasi base load untuk supply electricity," kata dia.

Pun, tantangan lainnya yang dihadapi dalam pengembangan panas bumi adalah minat pelaku industri untuk berinvestasi di pengembangan panas bumi terbilang masih cukup rendah.

Menurut dia, investor sering kali khawatir akan permintaan terhadap energi panas bumi yang rendah.

Eniya bilang, jika permintaan energi panas bumi masih rendah maka bisa dimanfaatkan untuk konversi ke hidrogen. Asal tahu saja, hidrogen dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar pembangkit listrik, bahan bakar transportasi hingga bahan baku pupuk.

"Potensi geotermal kita banyak, tetapi sering industri untuk investasi geothermal itu selalu bilang begini 'kalau saya investasi di situ, demand-nya kecil bu, lokalnya cuma segitu'. Change of your mindset! Kalau kita investasi misalnya 10 MW, demandnya cuma 2 MW, maka 8 MW-nya itu dipakai untuk konversi ke hidrogen," beber Eniya.

Eniya memastikan pemerintah akan terus mendorong pengembangan energi panas bumi salah satunya dengan melakukan government drilling sebagai langkah untuk mengantisipasi agar industri tidak menanggung risiko yang besar saat berinvestasi di pengembangan panas bumi.

"Mudah-mudahan ini menjadi trigger untuk kita bisa mengakselerasi pemanfaatan geotermal," pungkas Eniya.