Bagikan:

JAKARTA - Bursa Efek Indonesia (BEI) mencatatkan pendapatan sepanjang 2023 sebesar Rp2,49 triliun atau turun 14,08 persen secara year-on-year (YoY) dibandingkan periode yang sama 2022 yakni Rp2,90 triliun.

Sementara, laba bersih tahun berjalan yang diatribusikan kepada pemilik entitas induk BEI sepanjang 2023 sebesar Rp573,28 miliar atau turun 40,54 persen, jika dibandingkan dengan tahun 2022 yakni Rp964,27 miliar.

Adapun turunnya pendapatan dan laba BEI tak lepas dari rata-rata transaksi harian (RNTH) saham pada 2023 sebesar Rp10,7 triliun atau turun 27 persen, jika dibandingkan pada tahun 2022 yakni Rp14,7 triliun.

Selain itu, frekuensi transaksi harian pada 2023 mencapai 1,18 juta kali transaksi atau turun 9,7 persen dibandingkan akhir tahun 2022. Penurunan juga terjadi pada rata-rata volume transaksi harian pada posisi 19,8 miliar saham atau turun 17,3 persen dibandingkan akhir tahun 2022.

Adapun Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mencapai level 7.272,797 pada 2023 atau meningkat 6,2 persen dari posisi akhir tahun 2022. Sementara itu, nilai kapitalisasi pasar 2023 tercatat Rp11.674 triliun atau naik 23 persen dibandingkan posisi akhir tahun 2022, yakni Rp9.499 triliun.

Direktur Utama Bursa Efek Indonesia (BEI) Iman Rachman mengatakan, meskipun mayoritas aktivitas transaksi mengalami penurunan, beberapa indikator perdagangan tersebut masih mencatatkan rekor-rekor baru, yakni kapitalisasi pasar tertinggi pada 2023 yang mencapai Rp11.762 triliun.

"Selain itu, terdapat juga rekor dari sisi volume transaksi harian tertinggi yang mencapai 89 miliar lembar saham pada 31 Mei 2023," jelasnya dalam RUPS BEI, Rabu, 26 Juni.

Iman menjelaskan ada beberapa faktor penyebab RNTH saham turun pada 2023. Sehingga akan menjadi tantangan terhadap target pendapatan dan laba bersih BEI pada 2024.

“Jadi kalau kita lihat memang sampai saat ini rata-rata transaksi BEI di angka Rp12,1 triliun, memang belum tercapai sesuai target, namun beberapa hal juga termasuk terkait dengan target kami beberapa IPO maupun beberapa fundraising ini justru masih positif," ujarnya

Iman menjelaskan penyebab transaksi harian turun karena pada tahun ini, adanya momentum Pemilu 2024 pada Februari lalu, sehingga menyebabkan para investor melakukan wait and see terlebih dahulu. Ditambah pada tahun ini ada sekitar 64 negara yang akan melaksanakan pemilu, seperti Amerika Serikat (AS), Rusia, hingga India.

Menurut Iman tantangan berikutnya yakni dari perlambatan ekonomi global, seperti target inflasi AS yang belum mencapai 2 persen. Sehingga, Bank Sentral AS Federal Reserve (The Fed) masih menahan suku bunga di level 5,25 persen-5,5 persen dan hanya memproyeksikan satu kali pemangkasan tahun ini.

“Jadi kita bisa lihat bahwa tingkat interest rate yang tinggi dari Fed akan tetap berlangsung sehingga kami melihat bahwa investor akan mulai beralih ke produk investasi yang safe haven. Maksudnya, mereka akan lari ke negara dengan tingkat return yang lebih tinggi. Ini juga jadi tantangan,” tuturnya.

Selain itu, Iman menyampaikan bukan hanya terjadi perlambatan ekonomi di AS, melambatnya perekonomian China yang disebabkan terkait isu properti turut menjadi tantangan untuk pasar saham.

Oleh sebab itu, Iman menyampaikan pihaknya akan tetap berusaha untuk menaikan RNTH saham pada tahun 2024 untuk mencapai target dari BEI pada tahun ini.

“Walaupun pencapaian Bursa Efek Indonesia tahun lalu itu secara laba bersih lebih rendah dibandingkan 2022, tapi kami tidak tinggal diam dan terus menggali potensi-potensi baru dari sisi produk, dari sisi suplai maupun bagaimana peningkatan jumlah investor,” imbuhnya.

Sebagai informasi pada 2024, BEI menargetkan pendapatan usaha tumbuh 11,86 persen menjadi Rp1,45 triliun, sedangkan target laba bersih sebesar Rp259,44 miliar. Adapun penetapan target tersebut berdasarkan asumsi perolehan RNTH sebesar Rp12,25 triliun pada tahun ini. Sementara, total aset BEI pada 2024 sebesar Rp6,56 triliun atau naik 6,52 persen.