Bagikan:

JAKARTA - Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) menyatakan strategi pengembangan lapangan gas di Indonesia berperan penting dalam meningkatkan perekonomian Indonesia ke depan.

Kepala Divisi Komersialisasi Minyak dan Gas Bumi SKK Migas Rayendra Sidik mengatakan, pengembangan dan komersialisasi lapangan gas saat ini mengacu pada trilemma energy, yakni security of suppy atau ketahanan (keberadaan energi itu sendiri), affordability atau keterjangkauan (kemampuan dari siapa pun di are tersebut untuk bisa membayar dan membeli energi tersebut), dan sustainability atau environment.

"Saat ini produk gas memang bukan produk yang clean ya, cuma di antara semua hydrocarbon kita tahu bahwa gas bumi ini merupakan produk yang mempunyai jejak karbon yang paling kecil, sehingga gas saat ini digunakan sebagai energi transisi sampai kita berhasil memasuki masa menggunakan energi renewable," kata Rayendra, Senin 24 Juni.

Sementara itu, kata Rayendra, perekonomian Indonesia meningkat bisa dilihat riset dari International Monetary Fund (IMF), Indonesia masuk ke jajaran 20 besar (peringkat 16) negara dengan ekonomi terbesar global 2023. Pada 2023, nilai PDB Indonesia diproyeksikan bisa mencapai 1,4 triliun dolar AS.

Angka itu setara dengan 1,4 persen dari total PDB global, serta menempatkan Indonesia di peringkat ke-16 dunia.

Menurut Rayendra, peningkatan PDB ini salah satunya adalah penggunaan dan pemanfaatan dari energi yang non-renewable.

"Jadi kita punya energi, mau kita apakan? Nah, di sini dilema kita dalam pemanfaatan gas, mau kita apakan gas bumi ini? Apakah kita buat sebagai bahan bakar, fuel, atau kita buat, katakanlah kita tambahkan added family, feedstock," ujar Rayendra.

Sebab, lanjutnya, kebanyakan negara maju di dunia ini adalah negara industri. Untuk itu, natural gas ini sebagai suatu cadangan yang dibilang non-renewable yang pada saatnya akan habis harus dioptimalkan pemanfataanya.

Rayendra menerangkan, strategi komerialisasi gas bumi untuk mendukung visi jangka panjang SKK Migas dibagi menjadi dua yakni strategi pull dan strategi push.

"Untuk pengembangan lapangan gas ke depannya, kita coba menggunakan strategi pull dan strategi push ini," tuturnya.

Menurut Rayendra, strategi pull adalah strategi komersialisasi yang bertujuan untuk mengembangkan demand lebih mendekat kepada pasokan.

"Sebenarnya sih, strategi pull itu kalau kita punya cadangan yang cukup besar, kita coba tarik demand-nya mendekat ke cadangan tersebut. Jadi, harapannya kalau pembangkit kita bangun power plant di depan lapangan gas kita, jadi dibangun rumah kita lalu listriknya di transmisikan, lalu kalau memang cadangan yang cukup besar, harapannya kita bisa develop suatu industri petrochemical yang menggunakan strategi ini," sambungnya.

Sementara strategi push adalah strategi yang bertujuan untuk mengembangkan moda transportasi sehingga pemenuhan kebutuhan gas bumi dari supply menuju demand eksisting dapat berjalan.

"Strategi push itu bagaimana kita mendorong gas dari lapangan-lapangan yang di daerah berlebih dengan gas untuk bisa didistribusikan ke daerah lainnya. Nah, untuk strategi push ini memang kita memerlukan banyak infrastruktur yang tersedia," tuturnya.

Rayendra menambahkan, dalam melakukan komersalisasi cadangan gas, pihaknya berdiskusi dengan berbagai pihak untuk memanfaatkan gas di negara ini dengan optimum, baik untuk buyer, midstream, transporter, bahkan untuk warga dunia.

Ke depan, kata Rayendra, strategi push yang dilakukan SKK Migas diharapkan bisa menjadi semacam lokomotif untuk meningkatkan perekonomian Indonesia.

Adapun, beberapa strategi pull yaitu pengembangan sektor petrokimia terutama pada Area Timur Indonesia, potensi pengembangan DME untuk mengurangi impor LPG, dan potensi pengembangan GTL dan pengembangan smelter.