Takut Jadi Negara Pengimpor, RI Genjot Pengembangan Lapangan Migas
Wakil Kepala SKK Migas, Nanang Abdul Manaf (Foto: Maria Trisnawati/VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) terus menggenjot pengembangan lapangan minyak dan gas bumi (migas) untuk memenuhi kebutuhan domestik yang terus meningkat.

Wakil Kepala SKK Migas, Nanang Abdul Manaf mengatakan, jika pengembangan lapangan migas terus tertunda, maka diperkirakan di tahun 2042, Indonesia akan menjadi negara pengimpor net migas.

"Untuk mendukung pencapaian target tersebut, SKK Migas bekerjasama dengan stakeholder terkait melakukan langkah-langkah yang dapat mempercepat realisasi kegiatan di lapangan," ujar Nanang dalam media briefing, Rabu, 23 Agustus.

Ia menjelaskan, selain mengusahakan percepatan proses, juga diusahakan adanya peraturan yang dapat meningkatnya daya saing industri hulu migas dan dukungan insentif agar kegiatan investasi hulu migas di Indonesia semakin menarik.

Kata Nanang, berdasarkan data SKK Migas, gas alam mendominasi hasil kegiatan eksplorasi di Indonesia dalam satu dekade terakhir.

"Lebih dari 50 persen sumur eksplorasi yang dibor menemukan cadangan gas baru, bahkan di tahun 2022 success ratio mencapai 81 persen dan hingga semester 1 2023 success ratio mencapai 100 persen," beber Nanang.

Sementara 70 persen dari total Plan of Development (PoD) yang diajukan merupakan pengembangan lapangan gas.

“Mengacu pada BP Outlook 2021, Reserves to Production gas Indonesia dua kali lebih besar dibanding minyak bumi. Potensi gas harus segera diproduksikan sehingga kekhawatiran potensi menjadi net importir gas di 2042 tidak terjadi, dan produksi gas terus meningkat memenuhi kebutuhan domestik hingga mampu mendukung pencapaian target net emission zero di 2060,” urainya.

Dari sisi salur gas, alokasi gas untuk domestik juga terus mengalami peningkatan dalam 10 tahun terakhir. Bahkan sejak 2012, porsi salur gas bagi sektor domestik lebih besar dibanding alokasi untuk ekspor.

Hingga Juni 2023, produksi gas nasional yang dialokasikan untuk domestik di tahun ini mencapai 3.636,82 BBTUD. Sementara porsi gas yang diekspor mencapai 1.960,71 BBTUD.

“Pemerintah berkomitmen untuk terus memenuhi kebutuhan dalam negeri, di mana salur gas untuk domestik saat ini sudah mencapai 65 persen,” pungkas Nanang.