Bagikan:

JAKARTA - Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menyatakan bahwa tren inflasi di Indonesia dalam 10 tahun terakhir menurun dan terkendali rendah, bahkan termasuk salah satu yang terendah di dunia saat ini.

“Kami meyakini inflasi yang rendah sebagai faktor yang sangat penting untuk pertumbuhan ekonomi berkelanjutan serta kesejahteraan rakyat,” ucap Perry Warjiyo dalam Rapat Koordinasi Nasional Pengendalian Inflasi 2024 di Istana Negara, Jakarta, dikutip dari Antara, Jumat 14 Juni.

Pihaknya pun memperkirakan bahwa tingkat inflasi domestik pada sisa tahun 2024 ini akan tetap terkendali rendah dalam target kisaran, yakni 2,5 plus minus 1 persen.

Meskipun begitu, ia meminta pemerintah untuk mewaspadai dampak situasi dunia yang masih bergejolak akibat konflik geopolitik global yang masih berlanjut dengan memitigasi risiko peningkatan harga pangan dan energi untuk mengendalikan inflasi.

“Kondisi global masih belum ramah dan berbagai tantangan ke depan perlu kita hadapi dengan upaya dan sinergi yang berkelanjutan. Kesinambungan adalah sangat penting untuk pengendalian inflasi ke depan,” kata Perry.

Pihaknya pun terus berupaya mempererat sinergi pemerintah pusat dan daerah dalam pengendalian inflasi melalui perluasan program Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP) di seluruh 46 Kantor Wilayah Bank Indonesia.

Upaya tersebut dilakukan untuk mengamankan ketersediaan pasokan dan meningkatkan kelancaran distribusi pangan serta mengatasi berbagai permasalahan struktural seperti produktivitas, efisiensi distribusi, dan integrasi data pangan.

Selain program GNPIP, Perry menyampaikan bahwa sinergi dengan pemerintah daerah pun diperkuat melalui berbagai program lain, seperti ketahanan komoditas pangan, kerjasama antardaerah, fasilitas distribusi pangan, serta digitalisasi.

“Dalam kondisi global yang masih bergejolak ini, kebijakan moneter akan secara konsisten diterapkan untuk menjaga stabilitas dengan memastikan inflasi tetap terkendali dan nilai tukar rupiah tetap stabil,” ujarnya.

Selain itu, ia menuturkan bahwa pihaknya juga menerapkan kebijakan makroprudensial longgar untuk mendukung pertumbuhan ekonomi nasional yang berkelanjutan, antara lain melalui insentif likuiditas dan digitalisasi sistem pembayaran.

Ia menyatakan bahwa insentif tersebut diberikan kepada industri perbankan untuk penyaluran pembiayaan ke berbagai sektor untuk meningkatkan kapasitas perekonomian nasional, termasuk hilirisasi pertanian dan UMKM pangan.

“Sementara itu, digitalisasi sistem pembayaran kami terus arahkan untuk mendukung penyaluran bantuan sosial, elektronifikasi transaksi keuangan pemerintah daerah, serta kerjasama sistem pembayaran QRIS dengan ASEAN maupun negara lain,” imbuh Perry.