Bagikan:

JAKARTA - Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) mencatat pendapatan industri asuransi jiwa selama kuartal I 2024 sebesar Rp60,71 triliun atau naik 11,7 persen quarter-to-quarter (q-t-q) berdasarkan laporan keuangan unaudited dari 56 perusahaan asuransi jiwa.

“Total pendapatan industri asuransi jiwa pada kuartal I-2024 ini tercatat tumbuh positif. Secara (quarter-to-quarter), total pendapatan industri asuransi jiwa naik 11,7 persen menjadi Rp60,7 triliun,” kata Ketua Dewan Pengurus AAJI Budi Tampubolon di Rumah AAJI Jakarta, dikutip dari Antara, Rabu 29 Mei.

Salah satu komponen penopang pendapatan industri asuransi jiwa adalah pendapatan hasil investasi yang memberikan kontribusi positif dengan pertumbuhan sebesar 99,8 persen q-t-q menjadi Rp12,32 triliun.

Lebih lanjut, kenaikan total pendapatan asuransi jiwa juga dipengaruhi pertumbuhan pendapatan premi yang naik 0,9 persen menjadi Rp46 triliun jika dibandingkan kuartal I-2023.

Berdasarkan produk, tren kenaikan pendapatan premi dari produk asuransi jiwa tradisional tercatat Rp26,77 triliun atau naik 18,4 persen q-t-q.

Untuk produk asuransi jiwa unit link atau Produk Asuransi yang Dikaitkan dengan Investasi (PAYDI), tercatat sebesar Rp19,22 triliun atau mengalami kontraksi 16,4 persen q-t-q.

“Kami yakin dengan semakin sempurnanya penyesuaian produk asuransi jiwa unit link yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan asuransi jiwa anggota AAJI, maka akan semakin meningkatkan minat masyarakat terhadap produk tersebut, khususnya kalangan masyarakat yang membutuhkan fitur investasi,” ujarnya.

Terkait total pendapatan premi yang dilihat dari cara pembayaran, sebesar 59,2 persen atau Rp27,23 triliun didapatkan melalui pembayaran premi reguler, meningkat 4,5 persen q-t-q. Adapun pembayaran premi tunggal tercatat 40,8 persen atau Rp18,77 triliun, turun 4 persen q-t-q.

Menurut Budi, angka tersebut menggambarkan adanya keberlanjutan bisnis asuransi jiwa melalui pembayaran premi berkala, dan mengindikasikan bahwa masyarakat Indonesia memahami fungsi asuransi jiwa untuk proteksi jangka panjang.

Melihat dari jenis unit usaha, total pendapatan premi dari unit usaha konvensional mengalami tekanan sebesar 0,4 persen q-t-q dengan kontribusi 87,4 persen atau Rp40,21 triliun dari total pendapatan premi.

Sementara itu, total pendapatan dari unit usaha syariah mengalami peningkatan sebesar 10,8 persen q-t-q dengan kontribusi 12,6 persen atau Rp5,79 triliun.

Secara kepemilikan polis, 80,2 persen atau Rp36,9 triliun total pendapatan premi industri asuransi jiwa berasal dari polis perorangan, turun 1,4 persen q-t-q. Adapun 19,8 persen atau Rp9,10 triliun berasal dari polis kumpulan, meningkat 11,3 persen q-t-q.

Selain itu, industri asuransi jiwa turut mencatatkan premi berdasarkan jenis bisnis baru sebesar Rp26,65 triliun dengan kontribusi 57,7 persen terhadap total pendapatan premi, menurun 0,8 persen q-t-q.

Berdasarkan jenis premi lanjutan, tercatat mengalami peningkatan 3,3 persen q-t-q menjadi Rp19,35 triliun dengan kontribusi 42,1 persen.

Apabila dilihat dari kanal distribusi, pendapatan premi tertinggi berasal dari bancassurance sebesar Rp19,09 triliun atau naik 0,5 persen q-t-q, keagenan Rp14,16 triliun atau menurun 2,6 persen q-t-q, dan kanal distribusi alternatif sebesar Rp12,75 triliun atau menurun 5,6 persen q-t-q.

“Pertumbuhan (pendapatan premi) ini tentunya menjadi kekuatan bagi industri asuransi jiwa untuk boleh menatap tahun 2024 dengan lebih positif lagi,” ungkap dia.