Bagikan:

JAKARTA - Penyelarasan berbagai regulasi dengan standar yang ditetapkan Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) dinilai menjadi tantangan utama dalam proses aksesi.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, tantangannya tentu benchmarking regulasi kepada best practice.

"Dan tentu saja untuk membawa seluruh kementerian berada dalam frekuensi yang sama," kata Airlangga mengutip Antara.

Airlangga mengatakan bahwa tantangan untuk sinkronisasi kebijakan tidak hanya dihadapi pemerintah pusat, melainkan juga pemerintah daerah yang juga turut mengimplementasikan aturan-aturan yang selaras nantinya.

"Tentu ini menjadi tantangan-tantangan praktis ke depan yang kita harus lihat, yang oleh karena itu tidak hanya dari segi komitmen pemerintah pusat, tetapi implementasinya juga berjalan sampai dengan pemerintah daerah," ujarnya.

Saat ini Indonesia tengah berfokus untuk menyusun ‘Initial Memorandum’ sebagai pemenuhan standar dan syarat keanggotaan penuh OECD. Memorandum tersebut akan menjadi alat bagi Indonesia untuk menyampaikan kepada dunia terkait reformasi yang akan dilakukan.

Initial Memorandum mencakup 26 sektor dalam "steering commitee" OECD. Memorandum yang disusun antara lain dari sektor keuangan, ekonomi, antikorupsi, persaingan sehat, consumer policy, digital ekonomi, hingga teknologi policy.

Menko Airlangga menjelaskan, selama berjalannya proses aksesi, Tim Nasional Percepatan OECD akan turut melibatkan semua pihak yang terkait dengan 26 sektor tersebut untuk menyelesaikan Initial Memorandum.

"Kita ada beberapa yang misalnya terkait dengan praktik untuk tidak korupsi. Kan kita sudah member menjadi FATF (Financial Action Task Force). Kemudian transparansi kita juga ada. Misalnya KNKG (Komite Nasional Kebijakan Governansi). Kemudian ada dari segi perpajakan, kita juga ada pertukaran data yang kita sudah ratifikasi. Jadi fundamentalnya beberapa sudah kita lakukan," jelas Airlangga.

Pada kesempatan yang sama, Sekretaris Jenderal OECD Mathias Cormann mengatakan, proses aksesi OECD dapat membantu merancang momentum reformasi ke depan.

Akses OECD dapat membantu melanjutkan transformasi positif perekonomian Tanah Air dan membantu memberikan peningkatan lebih lanjut dalam pendapatan dan standar hidup masyarakat guna mendukung ambisi Indonesia menjadi negara maju pada 2045.

"Prosesnya yaitu meliberalisasi pembangunan, perdagangan dan investasi, infrastruktur baru, memastikan reformasi pendidikan berkualitas tinggi dan mudah diakses untuk lebih meningkatkan lingkungan bisnis di Indonesia, menyederhanakan peraturan, mendorong transformasi digital, memperkuat langkah-langkah anti korupsi yang selanjutnya meningkatkan investasi pada sumber daya manusia, dan banyak lagi," kata Mathias Cormann.