Bagikan:

JAKARTA - Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Muhammad Tito Karnavian turut menjadi pembicara dalam World Water Forum (WWF) ke-10 di Bali Nusa Dua Convention Center (BNDCC), Bali, pada Rabu, 22 Mei.

Dalam sambutannya, Tito mengatakan pentingnya pengelolaan sumber daya air dengan orkestrasi yang besar dari lintas negara dan lintas sektor.

Sebab, air bersifat transnasional dan melintasi batas antarnegara, tidak ada satu negara pun di dunia yang dapat mengelola air secara mandiri.

Tito menilai, orkestrasi dari semua negara sangatlah penting. Upaya terpadu harus dilakukan di tingkat internasional seperti yang dilakukan pada Forum Air Sedunia ke-10 yang kali ini berlangsung di Bali.

"Krisis air sifatnya lintas negara, tidak ada satu negara pun di seluruh dunia yang bisa mengelola air masing-masing. Kami harus memiliki sistem koordinasi yang lebih kecil di suatu negara, di semua tingkatan," ujarnya.

Dia menyebut, sistem politik dan administrasi pemerintahan antara satu negara dengan lainnya berbeda-beda. Ada negara yang menganut sistem demokrasi, sentralisasi, juga desentralisasi baik penuh maupun sebagian.

Namun bagaimanapun sistemnya, air tidak mengenal sistem tersebut. Hal ini memerlukan upaya kooperatif yang melibatkan peran pemerintah di semua tingkatan, mulai dari internasional hingga desa.

"Indonesia merupakan negara demokrasi yang menerapkan sistem desentralisasi sebagian. Negara ini terdiri dari 38 provinsi, 98 kota dan 416 kabupaten, mencakup 280 juta umat manusia. Kami membagi tugas pengelolaan air kepada pemerintah pusat, provinsi, kota, kabupaten dan desa. Sekali lagi itu tidak mudah, karena fakta luasnya negara," ucap Tito.

Dalam kesempatan itu, dia memberikan beberapa upaya strategis yang telah dilakukan pemerintah pusat dan pemerintah daerah (pemda) di Indonesia untuk mendukung pengelolaan sumber daya air.

Beberapa upaya tersebut, yakni pertama menerbitkan kebijakan terkait air minum dan sanitasi dalam rangka pemenuhan target pembangunan nasional.

Kedua, pemerintah pusat memfasilitasi dan mengawasi pemda dalam rangka meningkatkan penggunaan air irigasi.

Ketiga, melaksanakan monitoring dan evaluasi pemda dalam rangka meningkatkan ketahanan terhadap bencana hidrometeorologi, seperti banjir, kebakaran hutan dan lahan, kekeringan dan cuaca ekstrem serta tanah longsor.

Keempat adalah mendorong pemda untuk merumuskan dan menerbitkan peraturan daerah (perda) tentang sumber daya air. Kelima, melakukan inovasi atau terobosan untuk mendukung kelestarian sumber daya air di tingkat lokal.

Keenam, mendirikan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) yang menyediakan air minum dan air bersih.

Ketujuh, mengawasi pemerintah desa dalam menggunakan alokasi anggaran Dana Desa untuk permasalahan air.

"Pada 2024 ini, kami pemerintah pusat memberikan 4,44 miliar dolar AS untuk desa. Sebagian dananya digunakan untuk pengelolaan air di tingkat desa, seperti saluran air irigasi, sarana air bersih, penyediaan toilet, sumur, penanaman kembali daerah resapan air dan masih banyak lagi," jelasnya.

Tito menambahkan, orkestrasi dalam pengelolaan air tidak hanya melibatkan kerja sama lembaga pemerintah.

Akan tetapi, upaya juga dilakukan dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan yang mencakup Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), masyarakat sipil, media, akademisi serta tokoh-tokoh berpengaruh.

"Orkestranya meliputi berbagai program mulai dari pendidikan, konservasi, penyediaan pengelolaan air bersih, mitigasi pencemaran, termasuk penanganan sampah dan masih banyak lagi," imbuhnya.