Bagikan:

JAKARTA - Produksi minyak RI terus merosot di tengah peningkatan harga minyak dunia. Asal tahu saja, hingga saat ini rerata produksi minyak RI terus mengalami penurunan hingga 500.000 barel per hari (bph)

Praktisi Migas Andang Bachtiar mengatakan sejatinya tidak ada korelasi antara kemampuan produksi minyak dalam negeri dengan harga minyak dunia.

Menurutnya, bahkan jika harga minyak menyentuh 100 hingga 200 dolar AS per barel, jika suatu negartidak memiliki kemampuan produksi yang mumpuni maka produksi minyak tidak akan mengalami perubahan.

"Mau harga minyaknya 100 atau 200 dolar per barel, kalau tidak punya kemampuan produksi ya segitu-segitu aja," ujarnya dalam Energy Corner, Selasa 14 Mei.

Menurut Andang, jumlah produksi minyak saat ini merupakan cerminan dari kegiatan eksplorasi 5-10 tahun sebelumnya. JIka Indonesia tidak melalkukan eksplorasi masif dari 10 tahun sebelumnya maka Indonesia tidak akan bisa melakukan peningkatan produksi minyak dalam negeri.

Adapun hal yang terpengaruh dari kenaikan harga minyak dunia, lanjut Andang, adalah kemauan investor untuk melakukan investasi migas.

"Begitu harga minyak naik orang baru investasi, tapi hasilnya baru terasa 2 hingga 10 tahun ke depan," sambung Andang.

Andang juga menyebutkan jika dirinya mulai melihat adanya kemauan investasi yang terus bergerak naik sesuai dengan kenaikan harga minyak selama 7 tahun terakhir.

"Itu sudah bagus kemauan menambah investasi. Otomats. Di seluruh dunia juga begitu. Ketika harga minyak naik, orang juga mau investasi baik eksplorasi maupun nambah sumur produksi," beber Andang.

Namun, Andang bilang, yang menjadi permasalahan adalah apakah jenis sumur yang ditambahkan untuk produksi adalah sumur lama atau sumur baru.

"Kalau (sumur) baru otomatis produksi naik. Tapi kalau lama dan dari lapangan lama seperti Indonesia ya tidak akan berpengaruh. Jadi engga akan berpengaruh," pungkas dia.