Bagikan:

JAKARTA - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dan mantan Perdana Menteri (PM) Inggris Tony Blair melakukan pertemuan di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Jumat, 19 April 2024.

Dalam pertemuan tersebut, Airlangga membahas upaya dalam mendorong tingkat inklusivitas keuangan, salah satunya melalui digitalisasi. Hal tersebut dengan mempertimbangkan kecukupan resources yang dimiliki oleh Tony Blair Institute (TBI) diharapkan dapat mendukung upaya digitalisasi tersebut.

“Kita ingin mendorong agar digitalisasi sifatnya inklusif jadi tentu kita bicara mengenai infrastruktur digital mengenai data center, regulasi Artificial Intelligent (AI), hingga cyber security,” ungkap Airlangga dalam sesi doorstop, Jumat, 19 April.

Airlangga juga menjelaskan bahwa keduanya juga membahas seputar transisi energi, terutama terkait Just Energy Transition Partnership (JETPI), Asia Zero Emission Community (AZEC), hingga upaya merealisasikan transisi energi salah satunya melalui Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) di Ibu Kota Nusantara (IKN) yang dipersiapkan sebesar 1,2 GigaWatt.

Selanjutnya, Airlangga dan Tony Blair juga turut membahas kondisi geopolitik yang saat ini sedang mencuat di tengah ketidakpastian global lainnya dan saat ini semua negara lebih memilih restrain atau menahan diri agar ketegangan geopolitik yang terjadi di Timur Tengah tidak makin meluas.

"Jordan, Mesir, Saudi, tidak ada kepentingan, kemudian Israel sendiri dengan Hamas juga sudah sangat kerepotan, kemudian dengan Hizbullah mereka juga kerepotan, jadi kalau kita lihat per siang hari ini reaksi daripada Iran juga masih sangat terbatas," tutur Airlangga.

Menurut Airlangga, saling serang pesawat tanpa awak atau drone tidak ada dampak yang serius bagi kedua negara.

Mereka hanya ingin menyelamatkan harga diri negaranya masing-masing.

"Nah kalau di dalam politik ini kan mereka sering sebut tit for tat jadi artinya penyelamatan muka, balas membalas tapi skalanya kecil. Diharapkan tidak menimbulkan efek lanjutan dan tentu ini hal yang tidak diinginkan dunia," ungkap Airlangga.

Airlangga menyampaikan, stabilitas geopolitik diharapkan akan kian kondusif agar dapat memberikan dampak yang lebih baik terutama bagi kondisi perekonomian nasional.

“Pertama tentu kita harus jaga kawasan Indo-Pasifik menjadi kawasan damai, sehingga jika kawasan Indo-Pasifik menjadi kawasan bebas konflik maka pertumbuhan ekonomi bisa kita dorong. Ke depan, kawasan Indo-Pasifik menjadi salah satu kawasan yang menjadi perhatian dunia, sehingga tentu di antara kawasan Indo-Pasifik posisi Indonesia sangat strategis, dan untuk itu Tony Blair Institute siap membantu,” pungkas Airlangga.