JAKARTA - Ketua Umum Gabungan Produsen Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi) Adhi S. Lukman meminta Bank Indonesia (BI) untuk mengambil antisipasi serius terkait melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.
Diketahui, nilai tukar rupiah sempat anjlok menembus angka Rp16.200 per dolar AS usai Hari Raya Idulfitri 1445 Hijriah.
"Kami berharap pemerintah bisa segera mengantisipasi, khususnya nilai tukar ini. Kalau bisa BI segera mengintervensi karena ini, kan, habis liburan, mudah-mudahan segera dilakukan, supaya stabil agar tidak terlalu berat," ujar Adhi kepada wartawan saat ditemui di kantor Kementerian Perindustrian, Jakarta, Selasa, 16 April.
"Kemarin sempat menyentuh Rp16.200, kalau ini terus dibiarkan mungkin bisa meningkat karena ketidakpastian," sambungnya.
Apalagi, kata Adhi, aliran modal keluar asing (capital outflow) pun dikhawatirkan akan meningkat ke Amerika Serikat (AS).
"Apalagi saya dengar juga capital outflow meningkat ke AS. Nilai suku bunga juga tinggi di sana. Kami juga harus mengantisipasi," katanya.
Menurut Adhi, dampak dari melemahnya rupiah juga akan menggangu industri makanan dan minuman (mamin) di Tanah Air. Salah satunya terkait dengan bea masuk bahan baku.
BACA JUGA:
"Kami harap, pemerintah bisa mengevaluasi (review) apakah bea masuk bisa ditangguhkan sementara saat masa sulit ini, supaya ada keseimbangan antara produk jadi dan bahan baku. Karena kalau produk jadi 0, sementara bahan baku kena bea masuk ditengah biaya tinggi. Tentunya ini akan berdampak pada daya saing produk lokal terhadap produk impor," imbuhnya.
Adapun berdasarkan data kurs Jisdor Bank Indonesia, nilai tukar rupiah ditutup dengan harga Rp16.176 per dolar AS pada Selasa, 16 April.
Posisi rupiah saat ini merupakan yang terlemah sejak 6 April 2020 atau sekitar empat tahun terakhir sejak adanya pandemi COVID-19.