JAKARTA - Lingkungan binaan atau built environment merupakan sebuah lingkungan yang ditandai dengan dominasi struktur buatan manusia.
Perumahan, bangunan, infrastruktur jalan dan lain sebagainya, merupakan contoh lingkungan buatan yang tujuannya adalah untuk menunjang kehidupan manusia itu sendiri.
Namun bak pisau bermata dua, lingkungan binaan ini ternyata juga memiliki dampak negatif terhadap lingkungan.
Menurut data yang dirilis Program Lingkungan PBB (UNEP), lingkungan binaan menjadi penyumbang terbesar konsumsi energi, emisi gas rumah kaca, limbah, dan sumber daya alam. Diperkirakan, 40 persen konsumsi energi dan sekitar 30 persen emisi gas rumah kaca disebabkan oleh lingkungan binaan ini.
Tak salah jika disebut kalau konstruksi bangunan dan pengoperasiannya, termasuk penyediaan lahan serta material bangunan dan konstruksi di lingkungan binaan, menyumbang konsumsi energi dan emisikarbon yang paling signifikan secara global.
Berkaca dari kondisi tersebut, Program Studi Arsitektur Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), bersama dengan BeCool Indonesia yang didukung oleh Tatalogam Group, menggelar simposium dan lokakarya internasional tentang Bangunan Berkelanjutan, Kota dan Komunitas (Sustainable Buildings, Cities and Communities/SBCC) 2024.
Kegiatan ini menyediakan wadah atau platform untuk berbagi ide, penelitian dan studi tentang cara melakukan mitigasi dan adaptasi terhadap pemanasan dan perubahan iklim global.
Kampung BeCool merupakan lingkungan binaan yang dibangun berbasis CSR yang digagas oleh BeCool Indonesia dan Tatalogam Group. Di lokasi ini, 20 rumah gentingnya telah dicat dengan cairan BeCool yang dapat berfungsi secara signifikan untuk memperbaiki iklim mikro di lingkungan sekitarnya.
Selain itu di lokasi yang sama, ada juga 3 rumah contoh yang mengaplikasikan rumah reflektif surya. Rumah reflektif surya adalah rumah berbasis disain pasif yang mendemonstrasikan penggunaan material bangunan rendah karbon guna mengurangi dampak urban heat island.
Rumah ini sendiri merupakan pengembangan dari produk Rumah Domus produksi PT Tatalogam Group yang bagian genting metal dan penutup dindingnya telah dilapisi cairan BeCool sehingga mampu meredam panas dan memiliki reflektansi sinar matahari yang cukup tinggi.
Rumah hasil inovasi bersama ini lalu diberi nama Raflesia atau Rumah Reflektif Surya Indonesia. Material rendah karbon pada rumah ini diketahui memiliki emitansi 0,90, reflektansi surya hingga 72,1 persen, serapan surya hingga 27,9 persen, dan Indeks Reflektan Surya (Solar Reflectance Index/ SRI) yang sudah mencapai 88.0.
Keberadaan rumah inipun diharapkan dapat membantu pemerintah dalam memenuhi kebutuhan hunian masyarakat Indonesia yang memadai, sekaligus mengurangi dampak lingkungan yang dapat timbul akibat pembangunan lingkungan binaan.
BACA JUGA:
Sebelumnya, dalam salah satu sesi diskusi di acara tersebut, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Basuki Hadimulyono yang diwakili oleh Direktur Sistem dan Strategi Penyelenggaraan Perumahan (SSPP), Edward Abdurrahman menerangkan, kebijakan perumahan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) 2022–2024 berfokus pada peningkatan akses masyarakat kepada rumah yang memadai terutama bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) dengan desain yang mumpuni.
Edward menyebut, hingga tahun 2024, PUPR berkomitmen untuk menyuplai kebutuhan ini.
"Salah satu langkahnya dengan mempercepat program satu juta rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah yang bekerjasama dengan pemerintah daerah, universitas dan pemangku kepentingan lainnya," kata dia.