JAKARTA - Plt Dirjen Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Jisman Hutajulu menyampaikan sejumlah tantangan yang dihadapi oleh sektor bioenergi.
Dikatakan Jisman, tantangan yang kompleks sering kali membutuhkan pendekatan yang terpadu dan solusi yang inovatif dan berkelanjutan untuk mengatasi hambatan tersebut.
Ia merinci, dari sisi keberlanjutan, bioenergi masih tersandung pada tantangan dari feedstock atau bahan baku.
"Jaminan ketersediaan sumber daya bioenergi yang berkelanjutan dan tidak bersaing dengan produksi pangan, pakan ternak, bahan baku industri dan pupuk adalah sebuah tantangan yang signifikan," ujar Jisman dalam sambutannya pada Seminar Tantangan Bioenergi yang diselenggarakan Aprobi, Selasa 27 Februari.
Jisman melanjutkan, bioenergi juga menghadapi tantangan keterbatasan lahan untuk ditanami energi crops, berhadapn dengan isu konservasi alam.
Kemudian dari sisi ekonomi, lanjut dia, industri bioenergi menghadapi tantangan produksi bioenergi yang sering kal lebih tinggi dibandingkan dengan bahan bakar fosil, keterbatasan insentif yang dapat diberikan oleh pemerintah, keterbatasan infrastruktur dan jaringan distribusi yang diperlukan untuk menghasilkan, menyimpan dan mendistribusikan bioenergi seperti pabrik pengolahan biomassa, biogas plan atau keterbatasan jaringan untuk menyerap listrik atau distribusi gas dari sumber bioenergi.
"Tidak semua masyarakat menerima bioenergi dengan baik karena ada kekhawatiran dampak lingkungan seperti lahan yang berpotensi merusak ekosistem, mempengaruhi biodiversity dan masalah keberlanjutan," sambung Jisman.
Ia melanjutkan, tantangan tersebut tidak selalu datang dari dalam negeri namun juga pasar global seperti Uni Eropa yang dengan berbagai cara mendiskriminasikan biofuel Indonesia antara lain melalui negative champaign renewable energy directive (RED).
"Kedua, tuduhan anti dumping atau pengenaan bea masuk tambahan atas produk bioenergi khususnya sawit dan yang terbaru adalah penerapan EU Deforestation Regulation," tutur Jisman.
BACA JUGA:
Dengan tantangan tersebut, kata dia, telah menurunkan ekspor biodiesel RI hingga 70 persen.
Lebih jauh Jisman menekankan, untuk mengatasi tantangan tersebut dibutuhkan pendekatan terpadu yang melibatkan berbagai pihak termasuk industri, akademisi dan lembaga swadaya masyarakat.
Pada saat yang sama, sambung Jisman, RI juga perlu melakukan eksplorasi atas peluang dan potensi yang belum tergarap sepenuhnya dalam industri bioenergi, inovasi teknologi dan pengembangn pasar.
"Kemitraan strategis, investasi yang masif dalam rangka kebijakan yang kondusif adalah beberapa bidang di mana kita dapat melihat potensi besar untukk pertumbuhan dan perkembangan industri bioenergi di masa depan," pungkas Jisman.