JAKARTA - Kementerian Koperasi dan UKM (Kemenkop UKM) berharap kebijakan yang mewajibkan pelaku UMKM di Indonesia memiliki sertifikasi halal mulai 18 Oktober 2024 bisa ditunda. Banyak pihak dinilai tidak siap.
Menanggapi hal tersebut, Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (Core) Mohammad Faisal mengatakan, sebetulnya kebijakan tersebut tidak perlu ditunda.
"Sebetulnya bisa juga tidak ditunda tapi pemerintah memberikan keringanan kepada UMKM untuk mendapatkan sertifikasi halal," ujar Faisal kepada VOI, Sabtu, 24 Februari.
Faisal menilai, apabila pemerintah melakukan hal tersebut, nantinya para pelaku UMKM tidak akan merasa keberatan dengan implementasi kebijakan yang ada.
"Jadi, di satu sisi bisa tetap mengimplementasikan labelisasi halal, tapi di sisi lain tidak memberatkan UMKM seperti itu," katanya.
Menurut dia, ketika pemerintah sudah mulai mengimplementasikan kebijakan tersebut dan nantinya membebani para pelaku UMKM dengan biaya sertifikasi halal, dapat dipastikan mereka akan merasa A.
"Mestinya (memberikan biaya sertifikasi) gratis (bagi pelaku UMKM). Kalau sampai dikenakan (biaya sertifikasi) juga ke UMKM, ya, nggak cocok menurut saya," imbuhnya
Diberitakan sebelumnya, Deputi Bidang UKM Kemenkop UKM Hanung Harimba Rachman menyebut, kebijakan sertifikasi halal akan mempersulit UMKM.
Dia mengingatkan, bakal ada dampak kepada UMKM jika kebijakan itu dipaksakan untuk diterapkan.
"Pak Menteri (Teten Masduki) kemarin sudah menyampaikan kalau kami lihat bahwa beberapa badan penyedia itu tidak siap kayaknya. Jadi, saya berharap penerapannya ditunda atau pendekatannya berubah. Yang haram wajib pakai sertifikat. Jadi, jangan mempersulit UMKM," ujar Hanung kepada wartawan di kantor Kemenkop UKM, Jakarta, Jumat, 23 Februari.
Hanung pun tidak meyakini semua UMKM bisa memiliki sertifikat halal hingga 17 Oktober 2024.
Mengingat, saat ini rata-rata produk yang disertifikasi hanya 200 produk per tahun, sementara satu UMKM bisa memiliki 5 produk.
"Padahal UMKM kami puluhan juta. Enggak akan tercapai itu. Lebih baik dari awal kalau saya, ya, ditunda atau memang perlu diubah pendekatannya," katanya.
Dia juga mendorong agar kewajiban sertifikasi dimulai dari titik-titik utamanya.
Misalnya, jika makanan asalnya daging, rumah potongnya yang disertifikasi dulu atau produk-produk sumber bahan bakunya yang diwajibkan sertifikasi dulu. Jika itu sudah halal, bakal dipastikan produk akhirnya halal.
"Tugas kami itu tidak hanya sertifikasi halal. Memberi makan mereka itu lebih penting. Jangan sampai UMKM kami ini enggak bisa makan. Ini yang lebih penting," ucap Hanung.