Pemerintah akan Fokus Ekspor ke 12 Negara Prioritas Ini
Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto. (Foto: Aris Nurjani/VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Pemerintah telah menerbitkan Keputusan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor 416 Tahun 2023 tentang Tim Pelaksana dan Kelompok Kerja Satuan Tugas Peningkatan Ekspor Nasional sebagai tindak lanjut Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2023 tentang Satgas Peningkatan Ekspor Nasional.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto bertindak sebagai Ketua Tim Pengarah dan beranggotakan para Menteri terkait serta pelaku usaha.

Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono Moegiarso mengatakan, satuan tugas tersebut akan berupaya meningkatkan kinerja ekspor nasional guna memperkuat neraca perdagangan dan mendorong pertumbuhan ekonomi baik melalui penguatan pasokan ekspor, diversifikasi pasar ekspor, penguatan pembiayaan dan kerja sama internasional, serta pengembangan ekspor UMKM.

"Upaya penjajakan dalam rangka membuka pasar baru untuk pengembangan ekspor juga terus dilakukan oleh Pemerintah," jelasnya dalam keterangan resminya, Senin 19 Februari.

Selain itu, Satuan Tugas Peningkatan Ekspor Nasional telah menetapkan 12 negara prioritas tujuan ekspor Indonesia yakni Arab Saudi, Belanda, Brazil, Chile, China, Filipina, India, Kenya, Korea Selatan, Meksiko, UEA, dan Vietnam.

Susiwijono menyampaikan selain menentukan 12 negara prioritas tujuan ekspor, Satgas juga telah menetapkan daftar produk ekspor prioritas.

Adapun produk ekspor prioritas yang ditetapkan mulai dari ikan dan olahan ikan, sarang burung walet, kelapa dan kelapa olahan, kopi dan rempah olahan, bahan nabati dan margarin, kakao, makanan olahan, bungkil dan pakan ternak, semen, produk kimia, karet dan produk dari karet, kulit dan produk dari kulit, pulp dan kertas, TPT dan alas kaki, logam mulia dan perhiasan, mesin-mesin, elektronik, otomotif, furnitur, serta mainan.

Di samping mengoptimalkan potensi pasar yang telah ditentukan tersebut, Satgas Peningkatan Ekspor juga tengah berfokus memperluas akses pasar dengan mendorong penyelesaian perundingan perjanjian khususnya Indonesia-EU CEPA, peluang Indonesia masuk blok perdagangan The Comprehensive and Progressive Agreement for Trans-Pacific Partnership (CPTPP), dan aksesi Indonesia menjadi anggota Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD).

Susiwijono mengatakan, sejumlah negara maju yang saat ini mengalami kontraksi pertumbuhan ekonomi yakni Jepang dan Inggris, terutama disebabkan oleh tingginya tingkat inflasi dan melemahnya permintaan domestik.

"Pertumbuhan ekonomi yang terkontraksi dalam dua kuartal berturut-turut memberikan sinyal bahwa Jepang dan Inggris akan masuk ke dalam resesi secara teknikal, meski demikian masih terlalu dini untuk menilai bahwa kedua negara tersebut akan memasuki kondisi resesi ekonomi," ucapnya.

Menurut National Bureau of Economic Research (NBER), resesi sendiri secara luas dapat diartikan sebagai penurunan signifikan dalam aktivitas ekonomi yang tersebar di seluruh ekonomi, berlangsung lebih dari beberapa bulan, dan biasanya terlihat dalam PDB riil, pendapatan riil, lapangan kerja, produksi industri, serta penjualan grosir-eceran.

Mencermati kondisi tersebut, pemerintah terus memonitoring dampak transmisi perlambatan ekonomi global terhadap perekonomian nasional, khususnya Jepang.

Susiwijono menyampaikan Indonesia memiliki hubungan kerja sama yang baik dengan Jepang, seperti pada aspek investasi dan ekspor-impor. Jepang menjadi salah satu tujuan utama ekspor bagi Indonesia dengan komoditas utama ekspor batubara, komponen elektronik, nikel dan otomotif.

Tercatat, ekspor Indonesia ke Jepang sepanjang tahun 2023 berada pada peringkat ke 4 dengan total mencapai 18,8 miliar dolar AS, sementara Foreign Direct Investment Jepang (FDI) ke Indonesia tahun 2023 juga berada pada peringkat ke 4 dengan total sebesar 4,63 miliar dolar AS.

Susiwijono menambahkan, neraca perdagangan Indonesia pada Januari 2024 masih melanjutkan tren surplus 45 bulan berturut-turut sebesar 2,02 miliar dolar AS yang didukung oleh kinerja sektor nonmigas sebesar 3,32 miliar dolar AS, namun kinerja sektor migas masih menunjukkan defisit sebesar 1,30 miliar dolar AS.

"Hal tersebut menjadi salah satu concern pemerintah, khususnya tim Satgas Peningkatan Ekspor Nasional. Untuk itu, masing-masing pokja saat ini tengah menyusun rencana kerja berupa quick win, rencana jangka pendek, jangka menengah, hingga jangka panjang guna mengatasi hal tersebut," tuturnya.