Rampung Tahun Ini, Revisi PLTS Atap Tinggal Tunggu Restu Jokowi
Ilustrasi (Foto: Dok. Antara)

Bagikan:

JAKARTA - Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Jisman Hutajulu mengatakan, revisi Peraturan Menteri (Permen) ESDM No 26 Tahun 2021 tentang Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Atap dipastikan akan rampung tahun ini.

Sejatinya, revisi peraturan tersebut telah selesai dilakukan harmonisasi di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham), namun masih harus menunggu persetujan Presiden Joko Widodo.

"Sudah banyak yang menginginkan memasang PLTS Atap, sekarang ini harmonisasinya sudah selesai, Pak Menteri juga sudah menyampaikan kepada Presiden untuk mendapatkan persetujuan,” ujar Jisman yang dikutip Jumat 19 Januari.

Jisman juga menegaskan jika Kementerian ESDM sudah menyelesaikan pembahasan dengan Kementerian Keuangan yang sebelumnya berpendapat Permen PLTS Atap akan semakin membebani keuangan PT PLN (Persero) karean jumlah pelanggan PLN semakin berkurang dengan adanya pemasangan PLTS Atap, sementara PLN sudah terlanjur meneken kontrak pembelian listrik dari pembangkit.

"Kita sudah sampaikan bagaimana kalau PLTS Atap ini diterapkan (ke Kementerian keuangan). Bagaimana EBT itu nanti bisa berkembang bisa lebih agresif dan kelihatannya Kemenkeu sudah bisa terima," sambung Jisman.

Sebelumnya Sekretaris Jenderal Kementerian ESD, Dadan Kusdiana mengatakan, revisi Permen tersebut telah rampung namun masih ada permintaan dari Kementerian Keuangan terkait dampak Permen tersbut kepada PLN sebagai perusahaan setrum milik negara. Terkait permintaan tersbut Kementerian ESDM telah melakukan harmonisasi dengan Kementerian Keuangan.

"Semua selesai. Dari dulu juga sebetulnya sudah selesai. Terus ada pendapat dari Kemenkeu dan sudah kita harmonisasi kembali dengan Kemenkeu. Sekarang menyampaikan izin ulang ke presiden," imbuh Dadan.

Dadan menyebut revisi tersebut dilakukan dalam rangka transisi energi, di mana masyarakat dan industri dapat berkontribusi melalui pemasangan PLTS Atap.

"Tapi polanya kalau sebelumnya kan dititipkan ke PLN, listrik yang diproduksi bisa dipakai di lain waktu, nah sekarang tidak ada," jelas Dadan.