AESI Desak Pemerintah Segera Resmikan Revisi Permen PLTS Atap
Ketua Umum Asosiasi Energi Surya Indonesia (AESI) Fabby Tumiwa. (Foto: Dok. Antara)

Bagikan:

JAKARTA - Ketua Umum Asosiasi Energi Surya Indonesia (AESI) Fabby Tumiwa mendesak pemerintah segera meresmikan revisi Peraturan Menteri (Permen) Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) No. 26/2021 yang telah melalui proses harmonisasi.

Menurutnya, hal ini dapat memberikan kepastian bagi konsumen yang ingin memasang PLTS Atap.

“Revisi Permen ESDM No. 26/2021, walaupun dalam pandangan AESI tidak ideal, tapi merupakan win-win solution bagi PLN dan pelaku usaha PLTS Atap dan konsumen dalam kondisi over capacity listrik saat ini. Fakta ini harus diterima oleh semua pihak, dengan harapan situasi di masa depan akan semakin membaik dan PLTS Atap masih bisa tumbuh,” kata Fabby Tumiwa yang dikutip Senin, 11 September.

Diketahui, Kementerian ESDM sejak awal tahun 2023 telah memulai proses revisi Permen ESDM No.26/2021 (tentang PLTS Atap yang Terhubung pada Jaringan Tenaga Listrik Pemegang IUPTL untuk Kepentingan Umum) sebagai tanggapan atas kendala pemasangan PLTS atap yang terjadi dari 2022 hingga saat ini.

Dia menambahkan, berdasarkan informasi Kementerian ESDM, substansi perubahan dalam Permen ESDM No.26/2012 adalah tidak adanya pembatasan kapasitas PLTS atap maksimum 100 persen daya terpasang melainkan berdasar kuota sistem, peniadaan ekspor kelebihan listrik, penghapusan biaya kapasitas untuk pelanggan industri (sebelumnya 5 jam), waktu pengajuan pemasangan PLTS atap yang dibatasi 2 kali dalam setahun, dan adanya ketentuan peralihan untuk pelanggan eksisting yang telah memasang PLTS atap sebelum revisi dikeluarkan.

Sejak diundangkan di bulan Agustus 2021 dan secara resmi disosialisasikan di 2022, Permen ESDM 26/2021 yang di atas kertas memiliki beragam klausul dukungan pemanfaatan PLTS atap justru tidak berjalan efektif sebagaimana yang diharapkan AESI.

"Sejak awal 2022, PT PLN melakukan pembatasan 10-15 perse dari daya listrik terpasang pelanggan, proses perizinan berbelit dan kurang transparan. Situasi ini berkontribusi pada tidak tercapainya target 450 MWp tambahan kapasitas PLTS di 2022 oleh pemerintah," lanjut Fabby.

Adapun sejak pemerintah mengumumkan revisi permen, kata dia, banyak calon pelanggan PLTS atap dari berbagai sektor cenderung menunggu (wait and see) sehingga peningkatan jumlah pelanggan dan kapasitas terpasang PLTS atap hingga tengah tahun 2023 masih lebih rendah dibanding tahun-tahun sebelumnya.

“AESI mendesak agar revisi peraturan ini, yang saat ini masih tertahan di meja Presiden, segera disahkan, sehingga memberikan kepastian bagi konsumen dan pelaku usaha yang saat ini masih wait and see. Adanya kepastian ini juga akan membuat sistem PLTS Atap yang telah dipasang di berbagai bangunan komersial dan industri sejak tahun lalu, yang diperkirakan telah mencapai 200-300 MWp, dapat segera tersambung,” lanjut Fabby.

AESI menyadari meski peniadaan ekspor kelebihan listrik akan menurunkan keekonomian PLTS atap terutama untuk pelanggan rumah tangga kecil, yang beban puncaknya cenderung di malam hari, tapi kepastian dan jaminan kemudahan prosedur pemasangan sesungguhnya menjadi faktor penting bagi kelompok early adopters, yaitu pengadopsi teknologi yang tidak terlalu sensitif pada keekonomian.

Kelompok rumah tangga R2 (3500 -5500VA) ke atas merupakan potensi early adopters ini.

Fabby melanjutkan, berdasarkan survei pasar yang dilakukan Institute for Essential Services Reform (IESR) di 7 provinsi di Indonesia pada 2019 - 2021 terdapat 2 perseb rumah tangga yang masuk dalam kategori early adopters, dan early followers (yang akan mengikuti jika ada contoh dan keekonomian membaik) di kisaran 11 perseb sampai 19 persen.

Menurutnya, kelompok early adopters memiliki kemampuan finansial untuk memasang PLTS Atap dan tidak terlalu terpengaruh dengan pembatasan ekspor.

Pengesahan revisi Permen ESDM No.26/2021 akan memperkuat pengambilan keputusan early adopters dan early followers, termasuk membuka pilihan penggunaan sistem penyimpanan energi (baterai) untuk mengoptimalkan produksi listrik surya yang tidak bisa diekspor untuk dipakai di malam hari.

"Pilihan sistem dengan baterai ini sudah mulai banyak diminati dan dengan semakin banyak pengguna, diharapkan harga sistem PLTS atap dengan baterai juga lebih menarik," pungkas Fabby.