Indonesia Ajak Australia Kerja Sama Majukan Industri Kendaraan Listrik
Menteri BUMN Erick Thohir (Foto: Mery Handayani/VOI)

Bagikan:

JAKARTA -Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves) menandatangani nota kesepahaman (MoU) dengan Kementerian Industri dan Sains Australia untuk melakukan kolaborasi memajukan kendaraan listrik atau electric vehicle (EV) antara Indonesia dengan Australia.

Penandatanganan MoU ini dalam rangka menindaklanjuti komitmen yang diumumkan oleh Presiden Republik Indonesia dan Perdana Menteri Persemakmuran Australia pada Annual Leaders' Meeting untuk memajukan kerja sama dan kolaborasi dalam industri kendaraan listrik.

Menko Marves Ad Interim Erick Thohir mengatakan mekanisme bilateral ini akan memfasilitasi hubungan kerja sama yang saling menguntungkan, serta kolaborasi dalam memetakan rantai pasok dan ekosistem kendaraan listrik.

Termasuk, sambung Erick, berbagi best practice mengenai standar lingkungan sosial, dan tata kelola (ESG), mendukung transfer pengetahuan, memfasilitasi kemitraan bisnis-ke-bisnis baru serta membentuk komite pengarah bersama untuk memandu alur kerja dan memantau hasil kolaborasi.

“Indonesia dan Australia tidak hanya memiliki kedekatan geopolitik, namun keduanya juga memiliki sumber daya mineral yang melimpah, serta peluang untuk menjadi pemain kunci dalam rantai pasokan kendaraan listrik global,” katanya dalam penandatangan MoU di Kemnterian BUMN, Jakarta, Kamis, 23 November.

Lebih lanjut, Erick mengatakan nikel dan litium adalah dua mineral utama yang digunakan dalam baterai kendaraan listrik.

“Indonesia telah mengembangkan industri hilirisasi nikelnya menuju ekosistem kendaraan listrik dalam 5 tahun terakhir. Telah ada 3 pabrik di Indonesia yang beroperasi untuk memproduksi mixed hydroxide precipitate, bahan dasar prekursor baterai. Selain itu, beberapa proyek manufaktur baterai juga telah direncanakan akan dimulai pada bebarapa tahun mendatang,” ujar Erick.

Sementara itu, Erick mengatakan, Australia memiliki 24 persen cadangan litium dunia (urutan kedua setelah Chili). Australia bahkan menyumbang 43 persen dari ekstraksi litium global pada tahun 2022.

Lebih lanjut, Erick menjelaskan Australia dapat mengambil manfaat dari sumber daya litium yang melimpah ini dengan berkolaborasi dengan Indonesia yang telah mengembangkan industri nikelnya dalam membangun poros baru ekosistem baterai kendaraan listrik, serta menjalin aliansi.

“Dengan adanya komitmen dari Pemerintah Australia untuk menugaskan perwakilan dari Departemen Perindustrian, Ilmu Pengetahuan, dan Sumber Daya (DISR) dan Departemen Perubahan Iklim, Energi, Lingkungan dan Air (DCCEEW) ke Kedutaan Besar Australia di Jakarta, kami yakin Nota Kesepahaman ini dapat menjadi tonggak kolaborasi nyata untuk menggapai ambisi bersama ini,” pungkas Erick.