RI Incar Keuntungan Ganda dari Penyimpanan Karbon Industri Manufaktur
Kepala Badan Standardisasi dan Kebijakan Jasa Industri Kementerian Perindustrian Doddy Rahadi. (Foto: Dok. ANTARA)

Bagikan:

JAKARTA - Kepala Badan Standardisasi dan Kebijakan Jasa Industri Kementerian Perindustrian Doddy Rahadi menyampaikan bahwa Indonesia membidik peluang keuntungan ganda dari penerapan teknologi penangkapan dan penyimpanan karbon (CSS) atas industri manufaktur yang sedang dicanangkan pemerintah saat ini.

Menurut Doddy, keuntungan pertama peningkatan kesehatan masyarakat karena udara akan lebih sehat setelah zat karbon emisi rumah kaca dapat dikurangi. Keuntungan kedua adalah memperoleh pemasukan karena emisi yang dapat ditangkap juga dapat dijual ke pasar karbon global.

“Teknologi CCS sedang menjadi tren dan tuntutan global untuk mengurangi emisi karbon dari industri manufaktur, nah Indonesia sedang menuju ke sana,” kata Doddy dikutip dari ANTARA, Rabu, 11 Oktober.

Pernyataan tersebut disampaikan Doddy dalam acara “Indonesia Knowledge Forum XII Eco Creation Empower Sustainability trought partnership and digitalization” bersama Bank Central Asia (BCA) di Hotel Ritz Carlton.

Doddy memaparkan, teknologi CCS saat ini sedang menjadi tren global untuk mengurangi emisi karbon dari industri manufaktur, termasuk industri baja yang sebagian besar masih menggunakan batu bara sebagai sumber energi.

Penerapan CCS dilakukan dengan menggunakan hidrogen sebagai bahan bakar yang bersih, dan tidak menghasilkan emisi karbon seperti bahan baku batu bara yang masih digunakan industri manufaktur termasuk Indonesia.

Ia mencontohkan, Uni Emirat Arat (UEA) menjadi salah satu negara yang menjalankan proyek CCS di pabrik baja Al Masaood Steel dan telah berhasil menangkap dan menyimpan emisi karbon dioksida (CO2) sebanyak 1,8 juta ton pada tahun 2022.

Berkaca dari situ, menurut dia, proyek CSS di Indonesia juga akan sangat potensial.

Salah satunya bila diterapkan pada pabrik baja di Cilegon, Banten yang memiliki kapasitas produksi 3 juta ton baja per tahun dan menghasilkan emisi CO2 diperkirakan mencapai 4,5 juta ton per tahun.

“Emisi CO2 yang dapat ditangkap dan disimpan pabrik baja Cilegon adalah sekitar 1,35 juta ton per tahun, nilai emisi CO2 ini dapat dijual tergantung pada harga karbon di pasar global,” kata dia.

Diketahui, harga karbon dunia saat ini sekitar 60 dolar Amerika Serikat per ton. Dengan demikian, ia menyebutkan, pabrik baja di Cilegon dapat menghasilkan sekitar 81 juta Dolar Amerika Serikat per tahun dari nilai jual emisi CO2.

“Dari situ terlihat bagaimana CSS bisa meningkatkan profitabilitas pabrik baja Indonesia,” kata dia.

Doddy pun mengaku optimistis bahwa pasar global akan melirik penjualan karbon industri Indonesia, sebagai salah satu pemasok ekspor produk manufaktur dunia.

Kementerian Perindustrian mencatat bahwa nilai ekspor industri manufaktur Indonesia pada kuartal I-2023 mencapai 43,2 miliar dolar Amerika Serikat atau naik 16,37 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.

Kenaikan ini didorong oleh peningkatan permintaan produk manufaktur Indonesia dari berbagai negara, terutama Amerika Serikat, Tiongkok, dan Jepang.

"Sudah mulai kita perkenalkan, target nya Indonesia stabil menerapkan transisi energi dengan penerapan teknologi penangkapan dan penyimpanan karbon (CCS) ini pada tahun 2030," kata dia.