Bagikan:

JAKARTA - Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) menyebut bahwa pendanaan yang dibutuhkan UMKM di Indonesia dapat mencapai Rp4.300 triliun pada 2026. Hal ini berdasarkan sebuah riset yang dilakukan bersama EY Pathernon.

“Dengan kemampuan suplai yang ada hanya Rp1.900 triliun, artinya terdapat gap sebesar Rp2.400 triliun. Di saat yang bersamaan, permintaan pendanaan akan terus tumbuh secara tahunan sekitar tujuh persen,” kata Sekretaris Jenderal AFPI Sunu Widyatmoko mengutip Antara.

Sunu menyoroti, kebutuhan tersebut berbanding terbalik dengan sisi pembiayaan yakni makin membesarnya kesenjangan kebutuhan kredit (gap credit) karena kondisi pasokan pembiayaan yang ada tetap sama.

Hal itu disebabkan karena UMKM dan start up di Indonesia, tumbuh semakin pesat akibat pengaruh teknologi digital yang membuka ruang lebar pengusaha untuk ikut terlibat dalam perekonomian bangsa. Sehingga kebutuhannya ikut bertambah tiap tahunnya.

Menurutnya hal ini cukup mengejutkan, karena berdasarkan laporan yang dikeluarkan oleh International Financing Corporation (IFC) milik World Bank pada tahun 2018, kesenjangan kebutuhan kredit pada UMKM tersebut mulanya ditaksir hanya sebesar Rp1.600 triliun.

“Kita berfikir karena fintech sudah beroperasi dari 2017, kita berfikir bahwa angka itu akan semakin menurun. Tapi setelah kita melakukan studi dengan EY Pathernon, indikasinya malah bukan menurun, tapi malah lebih tinggi,” ujarnya.

Di sisi lain, Sunu menyatakan fintech lending sudah berupaya memenuhi kebutuhan para pelaku UMKM. Salah satunya adalah dengan meningkatkan penyaluran pendanaan, terutama untuk menjangkau sektor undeserved dan unbanked.

Ia menjelaskan pengaliran fintech lending dalam ekosistem digital akan memberikan solusi pendanaan yang lebih optimal bagi para UMKM dengan research yang lebih luas dan berkelanjutan.

Dalam prosesnya, AFPI berharap upaya tersebut bisa membantu UMKM agar bisa masuk ke ekosistem digital dan memanfaatkan akses pendanaan dari fintech. Dengan demikian, kesenjangan bisa semakin mengecil serta mampu mendorong 30 juta UMKM on boarding digital atau go digital pada tahun 2024.

​​​​​​​“Makanya kita bekerja sama dengan Kementerian Koperasi ini adalah untuk bersama sama, tadi disampaikan Pak Menkop UKM bahwa 40 persen yang diberikan pinjaman oleh fintech lending itu dengan pendekatan auto pilot. Tidak ada pendekatan untuk menata secara digitalisasi supaya profil risiko mengecil segala macam. Saya bilang Pak, kalau kita mau menuju Indonesia Emas 2045, ayo sama-sama,” katanya.