JAKARTA - Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memastikan pemeriksaan pajak tidak didasarkan pada alasan subjektif.
Dalam keterangan resmi, dilansir dari Antara, Rabu 20 September, Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Masyarakat DJP, Dwi Astuti mengatakan pihaknya dalam melakukan edukasi, pengawasan, dan pemeriksaan senantiasa bersikap profesional serta menjunjung tinggi integritas berdasarkan peraturan perundang-undangan.
Dwi menjelaskan DJP melakukan pemeriksaan terhadap dua hal. Pertama, wajib pajak (WP) mengajukan permohonan pengembalian pajak (restitusi). Kedua, pengujian kepatuhan wajib pajak menggunakan analisis risiko berdasarkan data pihak ketiga yang diterima oleh DJP (Compliance Risk Management/CRM).
CRM merupakan suatu proses pengelolaan risiko kepatuhan wajib pajak yang dilakukan secara terstruktur, metodis, dan objektif untuk memetakan profil wajib pajak berbasis risiko kepatuhan.
Proses tersebut meliputi tahapan kegiatan persiapan, penetapan konteks, analisis risiko, strategi mitigasi risiko dengan menentukan pilihan perlakuan (treatment), serta pengawasan dan evaluasi atas risiko kepatuhan.
Dengan proses itu, Dwi memastikan pemeriksaan pajak yang dilakukan oleh DJP tidak didasarkan pada alasan subjektif tertentu.
Selain itu, Dwi melanjutkan, DJP menyampaikan imbauan terlebih dahulu kepada wajib pajak sebelum melakukan pemeriksaan. Imbauan tersebut bertujuan untuk memberikan kesempatan kepada wajib pajak melakukan pembetulan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT).
BACA JUGA:
Imbauan juga memberikan ruang kepada wajib pajak untuk menyetorkan kekurangan pajak ke kas negara.
Diketahui, DJP juga berencana untuk mengimplementasikan sistem inti administrasi perpajakan baru atau coretax administration system. Sistem tersebut ditargetkan untuk terimplementasi pada 2024 mendatang.
Dalam sistem tersebut, DJP akan mengoperasikan bisnis utama melalui sistem berbasis data dan informasi perpajakan, mulai dari pelayanan, penyuluhan, pengawasan, pemeriksaan, penegakan hukum, hingga penagihan.