Bagikan:

JAKARTA - Wakil Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mirza Adityaswara mengungkapkan, pertumbuhan industri asuransi di Indonesia masih negatif. Hal ini tercermin dari premi industri asuransi sepanjang Januari-Juli 2023 tercatat sebesar Rp177 triliun.

Kata Mirza, angka itu terkontraksi sekitar minus 2,3 persen jika dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Pertumbuhan negatif ini, sambung dia, tak lepas dari lesunya kinerja asuransi jiwa, dimana terdapat kontraksi hingga minus 7,8 persen dengan total premi sebesar Rp102 triliun.

“Asuransi umum dan reasuransi itu tumbuh positif 6,3 persen. Jadi yang menyebabkan pertumbuhan negatif industri asuransi di sini karena asuransi jiwa,” katanya dalam pembukaan Indonesia Financial Group (IFG) International Conference 2023 di Jakarta, Selasa, 19 September.

Pada kesempatan ini, Mirza mengatakan produk unit link juga berpengaruh terhadap minusnya pertumbuhan asuransi jiwa. Karena itu, kata dia, OJK belum lama ini telah merilis aturan yang lebih ketat untuk mengatur produk unit link.

“Banyak pemain industri asuransi yang menyadarinya bahwa hal ini bisa kita lihat ada kaitannya dengan unit link, sehingga OJK mengeluarkan peraturan yang lebih ketat mengenai produk itu,” jelas dia.

Sekadar informasi, unit link adalah produk yang menawarkan asuransi untuk melindungi masyarakat dari kejadian tak terduga di masa depan, tetapi juga mendapatkan manfaat investasi untuk menambah aset.

Lebih lanjut, Mirza menjelaskan penetrasi industri asuransi di Indonesia juga masih relatif rendah dibandingkan negara-negara tetangga. Dimana penetrasi di Indonesia baru 2,3 persen dari PDB, sedangkan Thailand sudah mencapai 4,6 persen dari PDB, dan Singapura 12,5 persen dari PDB.

“Karakteristik negara maju menunjukkan penetrasi asuransi lebih tinggi tingkat presentasinya. Malaysia masih 3,8 persen. Indonesia masih cukup rendah, masih ada potensi besar yang dapat digali,” katanya.

Karena itu, Mirza menegaskan para pemangku kepentingan industri asuransi di Indonesia punya pekerjaan rumah (PR) untuk meluncurkan produk yang sesuai dengan kebutuhan publik.

Di sisi lain, sambung Mirza, regulator juga memiliki peran penting untuk membuat kebijakan dalam pengembangan indusri asuransi.

“Jadi saya katakan pada rekan di OJK bahwa kita sekarang punya mandat baru tidak hanya meregulasi, mengawasi, dan melindungi konsumen, tapi harus mengembangkan juga,” tutup Mirza.