Bagikan:

JEMBER - Ekonom Universitas Jember (Unej) Hadi Paramu mengatakan, kebijakan pemerintah tetap memberikan subsidi bahan bakar minyak (BBM) perlu diikuti dengan perubahan perilaku masyarakat terkait transportasi.

"Kenaikan harga minyak dunia berdampak terhadap harga minyak dalam negeri. Upaya pemerintah tetap memberikan subsidi BBM harus diikuti perubahan perilaku transportasi masyarakat," kata Hadi dikutip dari ANTARA, Kamis, 1 September.

Hadi mengatakan, kenaikan harga minyak internasional akan berdampak terhadap perekonomian nasional karena Indonesia adalah negara net importir minyak.

"Tapi secara umum konsumsi minyak dalam negeri lebih tinggi daripada produksinya. Jadi ada defisit kebutuhan minyak domestik yang harus dipenuhi dari impor," tuturnya.

Berdasarkan laporan pada Juli 2023 dari Badan Energi Internasional tercatat permintaan minyak global dapat naik 2,2 juta barel per hari untuk mencapai rekor lebih dari 102 juta barel.

Terpangkasnya pasokan dari OPEC plus awal bulan itu juga ikut mengerek harga minyak.

Arab Saudi memangkas produksi sebesar satu juta barel per hari pada Juli 2023, demikian juga Rusia yang diperkirakan akan mengurangi produksinya sebesar 500.000 barel per hari.

"Jadi saat pemerintah mengimpor minyak, harga BBM dalam negeri akan terpengaruh pergerakan harga dunia. Penyesuaian-penyesuaian terhadap harga dunia sangat logis untuk dilakukan, agar tidak ada disparitas harga antara harga minyak dunia dengan harga minyak dalam negeri," katanya.

Dia mengatakan, kebijakan pemerintah untuk mempertahankan subsidi pertalite agar tak ada perubahan harga akan berdampak positif untuk menjaga daya beli masyarakat, sehingga biaya transportasi juga lebih ramah, dan dorongan inflasinya akan berkurang, purchasing power dari masyarakat juga naik.

"Transportasi penting dalam perekonomian dan distribusi barang. Akibat kenaikan harga BBM mungkin tak hanya belanja BBM rumah tangga yang meningkat, tapi juga berdampak pada terdorongnya kenaikan harga kebutuhan lain," ujarnya.

Hal itu jika dibiarkan akan membebani masyarakat karena daya beli masyarakat akan menurun jika tidak diiringi kenaikan pendapatan yang setara.

Berdasarkan data dari Pertamina Wilayah Jawa, Bali, Nusa Tenggara, pertalite subsidi masih mendominasi pangsa pasar BBM yakni sekitar 86 persen. Sementara itu Pertamax hanya 13 persen, Pertamax Turbo 0,3 persen. Produk baru Pertamax Green baru tersedia di Surabaya dengan pangsa pasar 0.4 persen.

Biosolar subsidi memiliki pangsa pasar 96 persen dan angka itu diikuti pangsa pasar Dexlite 2,5 persen dan Pertamina 1,5 persen.

Hadi mengingatkan kepada masyarakat agar tak termanjakan dengan subsidi pemerintah dan mulai mengubah gaya hidup menjadi lebih hemat dengan menghindari pengeluaran yang tidak perlu, terutama terkait BBM.

"Mungkin masyarakat mulai menggunakan transportasi publik atau transportasi yang lebih efisien. Itu mungkin gerakan yang bisa dilakukan masyarakat," katanya.

Hadi juga mengingatkan agar subsidi BBM itu hendaknya benar-benar dinikmati kelompok masyarakat ekonomi menengah ke bawah, dan bukan oleh kalangan ekonomi yang mampu karena juga untuk menjaga agar subsidi tak semakin meningkat.

"Kalau disparitas harga dalam negeri dan luar negeri semakin lebar dengan semakin tingginya harga minyak dunia, volume subsidi akan bertambah besar. Itu akan menyedot resource cukup besar dari pemerintah," tuturnya.

Ia berharap, pemerintah bergegas menyediakan fasilitas transportasi publik yang layak, sehingga masyarakat tertarik menggunakannya karena selama ini kemacetan belum bisa terurai akibat masyarakat merasa lebih senang menggunakan transportasi pribadi dibandingkan transportasi umum.