Bagikan:

JAKARTA - Asosiasi Perusahaan Minyak dan Gas (Aspermigas) menilai rencana pemerintah menghentikan ekspor gas ke luar negeri merupakan keputusan yang sulit dilakukan.

Menurut Sekretaris Jenderal Aspermigas Elan Biantoro, industri gas di Indonesia bukan industri yang murah dan mudah.

"Ini sulit karena membutuhkan kapitalisasi yang besar," ujar Elan dalam Energy Corner, Selasa 8 Agustus.

Meski demikian Elan mengapresiasi niat baik pemerintah yang mengusulkan penyetopan ekspor gas untuk dimanfaatkan sebesar-besarnya demi kebutuhan dalam negeri dan menciptakan multiplier effects bagi perekonomian negara.

Tapi, kata dia, penyerapan gas yang masih rendah di dalam negeri tidak meungkinkan indonesia menyetop ekspor gas.

"Ada urutannya dari hulu sampe hilir. Di situ yang harus kita tata. Sementara sejak awal sampai sekarang sudah terbentuk bahwa sebagian produksi gas kita, dengan keterbatasan yang dimiliki kita perlu mengekspor dan ekspornya sifatnya kontrak jangka panjang," beber Elan.

Dirinya menambahkan, produksi gas Indonesia bisa dibilang sangat besar namun tidak diimbangi dengan perintaan dari Industri yang saat ini juga masih berpusat di Indnesia bagian barat.

Sementara dengan produksi gas yang demikian bear, Indonesia juga masih membutuhkan investor kelas dunia untuk menghasilkan gas kareand ari sisi kapitalisasi, perusahaan dalam negeri belum mampu menghasilkan gas.

"Di upstream ada eksplorasi dan eksploitasi produksi. Di midstream ada infrastruktur LNG yang biayanya tidak murah dan itu dibiayai investor," kata dia.

Seiring berjalannya waktu industri di Indonesia mulai berkembang dan membutuhkan pasokan gas namun demikian masih belum mampu menyerap keseluruhan produksi dalam negeri.

"Dari situlah indonesia demand dalam negeri sedikit tapi produksi besar sehingga kita ekspor ke Jepang, Korea, China dan sebagainya," ujarnya.

Sebelumnya Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengungkapkan pemerintah berupaya menghentikan ekspor gas alam cair atau LNG dalam waktu dekat.

Terkait hal ini, Luhut mengaku masih menunggu persetujuan Presiden Joko Widodo (Jokowi).

"Kalau kontrak yang sudah selesai kita tidak perpanjang. Itu intinya. Tapi nanti menunggu rapat dengan presiden," ujar Luhut kepada wartawan, Senin, 24 Juli.

Luhut bilang, hal ini dimaksudkan untuk mengoptimalkan gas untuk kebutuhan domestik seperti indstri petrokimia yang memang membutuhkan gas untuk operasional.

Apalagi, kata dia, pemenuhan kebutuhan gas sebagai bahan baku masih diimpor dari luar negeri.

"Semua gas-gas kita yang bisa kita pakai di downstreaming industri kenapa mesti diekspor? Kan selama ini ekspor LNG kita impor lagi. Kenapa ngga dibuat dalam negeri?" lanjut Luhut.