Pertumbuhan Kredit Meleset dari Target, Bos BI: 9-10 Persen Sudah Oke
Ilustrasi (Foto: Dok. Antara)

Bagikan:

JAKARTA – Bank Indonesia (BI) mengungkapkan bahwa pertumbuhan kredit perbankan pada sepanjang 2023 kemungkinan mengalami realisasi ke bawah dari sebelumnya di level 10-12 persen.

Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan asumsi tersebut didasarkan pada dinamika terbaru dan ketidakpastian ekonomi global yang berlanjut.

“Kemarin Bank Indonesia menyampaikan proyeksi terbaru (pertumbuhan) kredit tidak sampai 10-12 persen. Kami (Komite Stabilitas Sistem Keuangan/KSSK) akan terus membicarakan langkah koordinasi, termasuk adanya insentif dan juga likuiditas yang bisa ditambahkan,” ujar dia dalam konferensi pers awal pekan ini.

Perry menjelaskan, pemerintah melalui Kementerian Keuangan sudah menggelontorkan sejumlah insentif agar bisa mendorong permintaan (demand) di pasar.

Inisiatif tersebut dianggap penting guna membantu pelaku usaha menjaga produksi dan keseimbangan arus kas mereka. Atas dasar itu, bos BI berkeyakinan bakal ada lonjakan intermediasi perbankan di paruh kedua 2023.

“Kami sendiri juga melakukan fokus diskusi bersama bank besar. Sejumlah bank besar optimistis akan meningkatkan kreditnya di semester II. (Pertumbuhan kredit) 9-10 persen sudah oke untuk Indonesia. Saya kira ini masih membawa perspektif yang positif,” tutur Perry.

Sebagai informasi, pada Juni 2023 pertumbuhan kredit perbankan mencapai 7,76 persen year on year (yoy). Angka tersebut lebih rendah jika dibandingkan dengan torehan Mei 2023 yang sebesar 9,39 persen yoy.

Adapun, kredit bulan lalu ditopang kredit investasi yang tumbuh 9,60 persen yoy (Mei: 12,69 persen).

Lebih lanjut, sejalan dengan pengetatan likuiditas di global, dana pihak ketiga (DPK) tumbuh 5,79 persen yoy (Mei: 6,55 persen) dengan deposito sebagai main driver pertumbuhan.

Sementara itu, risiko kredit membaik dengan Non-performing Loan (NPL) gross turun ke level 2,44 persen (Mei: 2,52 persen) dan NPL net 0,77 persen (Mei: 0,77 persen).

Selanjutnya, kredit restrukturisasi COVID-19 melanjutkan penurunan menjadi Rp361,04 triliun (Mei: Rp372,07 triliun) dengan jumlah debitur yang juga terus menurun menjadi 1,57 juta debitur (Mei: 1,64 juta).

“Sektor perbankan tetap resilien ditandai dengan fungsi intermediasi yang terjaga dan permodalan yang memadai di tengah tantangan perekonomian dan pasar keuangan global serta kecenderungan penurunan harga komoditas utama penopang ekspor,” tegas Perry.