Bagikan:

JAKARTA - Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 29 Tahun 2023 tentang Rencana Zonasi Kawasan Antarwilayah Laut Flores dan Perpres Nomor 30 Tahun 2023 tentang Rencana Zonasi Kawasan Antarwilayah Selat Malaka, resmi diundangkan pada 6 Juni 2023 lalu.

Penetapan peraturan perundang-undangan itu diyakini akan mendatangkan investasi di ruang laut, keselamatan pelayaran, menjamin kedaulatan negara, sekaligus perlindungan bagi kesehatan ekosistem.

Menanggapi hal tersebut, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KPP) tentu siap mengawal pemanfaatan ruang laut di wilayah Laut Flores dan Selat Malaka.

Mengingat, posisi geo strategis Selat Malaka sebagai jalur lalu lintas pelayaran yang padat di wilayah Asia Tenggara dan Laut Flores sebagai salah satu destinasi super prioritas wisata kelas dunia.

"Potensi sumber daya serta nilai strategis tersebut perlu dikelola dengan baik dan penyusunan rencana zonasi merupakan upaya pengelolaan sumber daya secara baik dan berkelanjutan," ujar Dirjen Kelautan dan Pengelolaan Ruang Laut KKP Victor G. Manoppo dalam acara Bincang Bahari di Gedung KKP, Jakarta, Selasa, 1 Agustus.

Peraturan yang terbit pada 6 Juni tersebut menjadi acuan bagi Menteri Kelautan dan Perikanan (Sakti Wahyu Trenggono) dalam menerbitkan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (KKPRL) yang merupakan syarat dasar suatu pihak melakukan kegiatan menetap di ruang laut.

"Penyusunan (peraturan itu) sendiri merupakan amanat Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014 tentang Kelautan, yang mana pemerintah harus menetapkan sebanyak 20 lokasi kawasan antarwilayah meliputi laut, selat, dan teluk lintas provinsi.

Pada kesempatan sama, Asisten Khusus Menteri Kelautan dan Perikanan (KP) Bidang Media dan Komunikasi Publik Doni Ismanto menyebut, penetapan peraturan perundang-undangan di Selat Malaka dan Laut Flores akan mendukung pelaksanaan program-program ekonomi biru KKP.

Dengan adanya pengaturan tersebut, pemanfaatan ruang laut tidak hanya menggeliatkan investasi, tetapi juga menjamin kelestarian ekosistem.

"Pak menteri sudah menegaskan bahwa pengelolaan ruang laut harus menjadikan ekologi sebagai panglima. Untuk itu, penyusunan terus dikebut oleh tim teknis, sehingga amanat 20 bisa terselesaikan," kata Doni.

"Tetapi yang paling penting adalah dengan terbitnya aturan ini, pengelolaan ruang laut kami menjadi lebih teratur dan terarah," tambahnya.

Di sisi lain, kehadiran Perpres 29/2023 dan Perpres 30/23 turut membuat pelaku usaha memiliki kepastian hukum melakukan perencanaan dan beroperasi di ruang laut. Dengan adanya jaminan tersebut, pelaku usaha menjadi lebih berani menggelontorkan investasi untuk meningkatkan kapasitas usaha.

"Ini sebuah jaminan untuk kami melakukan perencanaan dan beroperasi di sana. Secara menyeluruh, khususnya di industri hulu migas, areal untuk eksplorasi migas sudah ditentukan, sudah sangat jelas, memudahkan perencanaan dan perizinan kami yang kental dengan keselamatan dan perlindungan lingkungan," tutur GHG & ESG Manager Premier Oil Andaman Ltd, Otte Sulistyo M yang hadir secara daring dalam acara tersebut.

Sementara itu, Wakil Ketua Bidang Legal dan Regulatory Asosiasi Sistem Komunikasi Kabel Laut Indonesia (ASKALSI) Benny Herlambang menyebut, Indonesia berpeluang besar sebagai jalur alternatif penggelaran kabel laut menuju Australia, Jepang, hingga Amerika.

"Jadi, dengan terbitnya dua aturan ini menjadi penting sekali bagi kami dalam menentukan penggelaran kabel laut ke depannya," ungkap dia.

Adapun sepanjang 2022, KKP telah memprakarsai lahirnya enam beleid serupa untuk mengatur rencana zonasi antar kawasan di Laut Jawa, Laut Sulawesi, Teluk Tomini, Teluk Bone, Laut Maluku, Laut Natuna-Natuna Utara, dan Selat Makassar.