Pertamina Catat Konsumsi Elpiji 3 Kg di Juli 2023 Naik 2 Persen
Ilustrasi (Foto: Dok. Antara)

Bagikan:

JAKARTA- Pertamina Patra Niaga mencatat telah terjadi kelebihan kuota elpiji 3 kilogram (Kg) sebesar 2 persen di bulan Juli 2023.

Sekretaris Perusahaan Pertamina Patra Niaga Irto Ginting menyebut, peningkatan kuota ini dimulai sejak periode Libur Idul Adha dan berlanjut hingga beberapa libur panjang pada bulan Juli.

"Sudah terjadi overkuota sebesar dua persen secara year to date dari kuota yang ditetapkan," ujar Irto kepada wartawan, Kamis, 27 Juli.

Meski mengalami overkuota, Irto menyebut jika pihaknya telah bergerak cepat dengan melakukan beberapa langkah antara lain berkoordinasi dengan pemerintah daerah untuk memetakan wilayah yang berpotensi mengalami kekurangan kuota tabung gas melon tersebut.

"Sehingga kita bisa melakukan penambahan atau operasi pasar," imbuh Irto.

Selanjutnya Pertamina Patra Niaga juga melakukan antisipasi penyalahgunaan elpijib3 kg dengan menggandeng aparat penegak hukum (APH).

"Ketiga mempercepat registasi program subsidi tepat sasaran elpiji sehingga penyalurannya bisa lebih tepat sasaran," lanjut Irto.

Dengan melakukan langkah-langkah tersebut, harap Irto, pasokan gas elpiji bisa kembali normal dalam dua hingga tiga hari ke depan.

Untuk informasi, jumlah elpiji PSO atau subsidi yang sudah ditetapkan pemerintah adalah sebesar 8 juta metrik ton dan jumlah ini dikhususkan kepada masyarakat atau rumah tangga kurang mampu dan usaha mikro.

"Untuk itu kita mengimbau seluruh masyarakat mampu dah beberapa usaha seperti restoran, peternakan dan lainnya untuk menggunakan elpiji non subsidi sehingga masyarakat yang berhak bisa mendapatkan haknya," tandas Irto.

Sebelumnya, Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati mengungkapkan, menurut data pemerintah ada sekitar 60 juta rumah tangga yang berhak menerima subsidi dari total sebanyak 88 juta rumah tangga atau sekitar 68 persennya.

“Namun hari ini jika melihat data, berapa persen penjualan elpini subsidi terhadap total elpiji  angkanya ternyata tinggi, mencapai 96 persen, jadi kita bisa melihat ada yang tidak tepat subsidinya. Oleh karena itu kita juga bekerja sama dengan aparat penegak hukum untuk pengecekan memastikan distribusi tepat sasaran,” ungkap Nicke.