JAKARTA – Bank Indonesia (BI) melaporkan bahwa posisi utang luar negeri (ULN) pada Maret 2023 adalah sebesar 402,8 miliar dolar AS. Jumlah ini diketahui melonjak 2,7 miliar dolar AS dibandingkan dengan Februari 2023 yang sebesar Rp400,1 miliar dolar AS.
“Perkembangan posisi ULN pada triwulan I 2023 juga dipengaruhi oleh faktor perubahan akibat pelemahan mata uang dolar AS terhadap mayoritas mata uang global, termasuk rupiah,” ujar Kepala Departemen Komunikasi BI Erwin Haryono dalam keterangan tertulis, Senin, 15 Mei.
Tercatat, utang pemerintah naik dari 192,3 miliar dolar AS di Februari menjadi 194,0 miliar dolar AS di Maret lalu. Kata Erwin, perkembangan ULN pemerintah dipengaruhi oleh penempatan investasi portofolio di pasar Surat Berharga Negara (SBN).
“Selain itu, terdapat penarikan neto pinjaman luar negeri multilateral yang digunakan untuk mendukung pembiayaan program dan proyek. Pemerintah terus berkomitmen mengelola ULN secara hati-hati, efisien, dan akuntabel, termasuk menjaga kredibilitas dalam memenuhi kewajiban pembayaran pokok dan bunga secara tepat waktu,” tuturnya.
Peningkatan utang luar negeri juga terjadi pada sektor swasta (termasuk BUMN) menjadi 199,4 miliar dolar AS dari sebelumnya 198,6 miliar dolar AS.
BACA JUGA:
Erwin menjelaskan, ULN swasta terbesar bersumber dari sektor jasa keuangan dan asuransi, industri pengolahan, pengadaan listrik, serta pertambangan dan penggalian.
Erwin pun memastikan struktur ULN Indonesia tetap sehat, didukung oleh penerapan prinsip kehati-hatian dalam pengelolaannya.
Asumsi itu berdasarkan rasio ULN Indonesia terhadap produk domestik bruto (PDB) yang tetap stabil di kisaran 30,1 persen. Selain itu, struktur ULN Indonesia tetap sehat dan didominasi jangka panjang dengan porsi 87,6 persen
“Dalam rangka menjaga agar struktur ULN tetap sehat, Bank Indonesia dan pemerintah terus memperkuat koordinasi dalam pemantauan perkembangan ULN, didukung oleh penerapan prinsip kehati-hatian dalam pengelolaannya,” tegas dia.
“Peran ULN juga akan terus dioptimalkan dalam menopang pembiayaan pembangunan dan mendorong pemulihan ekonomi nasional, dengan meminimalisasi risiko yang dapat mempengaruhi stabilitas perekonomian,” tutup Erwin.