Bagikan:

JAKARTA – Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani mengatakan kondisi perekonomian global global masih menghadapi sejumlah tantangan di tengah fase pemulihan saat ini. Menurut dia, hal itu tercermin dari Purchasing Managers Index (PMI) Manufaktur global yang kembali terkontraksi di akhir triwulan I 2023.

“Aktivitas manufaktur di hampir 60 persen negara G20 dan ASEAN 6 masih kontraktif, 27,3 persen negara lainnya berada di zona ekspansi namun melambat, sementara hanya 13,6 persen negara yang PMI Manufakturnya terus terakselerasi di zona ekspansif termasuk Indonesia, India, dan Turki,” ujar dia usai paparan APBN, dikutip Selasa, 18 April.

Menkeu menjelaskan, secara umum harga komoditas global termoderasi. Harga gas alam dan batu bara menunjukkan tren menurun, sedangkan harga minyak mentah mengalami kenaikan sebagai dampak dari diterapkannya kebijakan pemangkasan produksi minyak oleh OPEC.

“Harga komoditas pangan juga menunjukkan penurunan, meskipun kedelai masih berada di level yang cukup tinggi, sedangkan jagung dan gandum sedikit terkoreksi,” tuturnya.

Disebutkan bahwa volatilitas harga komoditas masih menjadi faktor penting yang mempengaruhi laju inflasi serta kebijakan moneter negara-negara. Tingkat inflasi di Eropa dan Jepang mengalami kenaikan dan masih relatif jauh di atas suku bunga acuan.

“Inflasi Amerika Serikat meski menurun namun secara historis juga masih tinggi. Kenaikan inflasi direspon oleh banyak negara dengan menaikkan suku bunga acuan, sehingga memukul perekonomian cukup tajam pada tahun ini,” tegas dia.

Adapun, risiko global lainnya yang masih cukup dominan antara lain tekanan di sektor keuangan, potensi krisis utang di berbagai negara (debt distress), eskalasi perang di Ukraina, serta adanya fragmentasi geoekonomi.

Kata Menkeu, hal ini membuat IMF menurunkan ekspektasinya terhadap pertumbuhan ekonomi global tahun ini pada World Economic Outlook (WEO) April 2023, yaitu sebesar 2,8 persen year on year (yoy), sedikit lebih lemah dari proyeksi awal tahun, namun lebih tinggi dari pada proyeksi tahun lalu.

Bendahara negara menambahkan, meski tahun ini perekonomian global melambat, namun pertumbuhan global diperkirakan membaik di 2024 (proyeksi IMF 3,0 persen yoy.

“Indonesia dalam konteks bahwa pertumbuhan ekonomi-nya, momentum masih terjaga, semua indikator menunjukkan tren yang membaik, dan ini juga dipengaruhi oleh kinerja Fiskal. Dalam hal ini APBN juga tetap kita jaga untuk tetap memiliki kinerja dan juga posisi yang baik, itu adalah sesuatu yang harus kita jaga dan kita syukuri,” tutup dia.