Bagikan:

JAKARTA - PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGEO) membukukan pendapatan baru (new revenue generator) dari kredit karbon senilai 747.000 dolar AS atau sekira Rp11,2 miliar (kurs Rp14.995 per dolar AS) yang tercatat dalam laporan keuangan perusahaan yang telah diaudit (audited) dan dipublikasikan pada 30 Maret 2023.

Dari sisi operasi, pendapatan kredit karbon ini dihasilkan oleh dua Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) yaitu Ulubelu unit 3 dan 4 serta Karaha yang menghasilkan setara 1,7 juta ton pengurangan emisi karbon yang dihitung semenjak pembangkitan tersebut beroperasi secara komersial hingga awal tahun 2020, kata Dirut PGE Achmad Yuniarto dalam keterangan di Jakarta, Sabtu.

Selain itu, PGE juga mencatatkan potensi pengurangan emisi karbon dari PLTP Kamojang unit 5, Lumut Balai unit 1 dan 2 yang menggunakan Gold Standard, serta PLTP Lahendong Unit 5 dan 6 yang menggunakan Verified Carbon Standard (VCS).

"Seluruh upaya ini membuka peluang baru yang berpotensi meningkatkan nilai ekonomi pengurangan emisi karbon dan secara langsung akan membuka peluang pendapatan baru bagi PGE," ujarnya.

Kredit karbon adalah izin atau sertifikat yang diberikan kepada suatu perusahaan untuk dapat mengeluarkan karbondioksida atau gas rumah kaca lainnya dalam jumlah tertentu sesuai dengan regulasi yang telah ditentukan.

Saat ini, lanjut Achmad Yuniarto, PGE mengelola 13 Wilayah Kerja Panas Bumi (WKP) dengan kapasitas terpasang lebih dari 1,9 Gigawatt (GW), dimana 672 megawatt (MW) dioperasikan dan dikelola langsung oleh PGE dan 1.205 MW dikelola dengan skenario Kontrak Operasi Bersama.

Kapasitas terpasang panas bumi di wilayah kerja PGE berkontribusi sebesar sekitar 82 persen dari total kapasitas terpasang panas bumi di Indonesia, dengan potensi pengurangan emisi CO2 sebesar sekitar 9,7 juta ton CO2 per tahun.

Terkait dengan kontribusi pengurangan emisi yang dihasilkan oleh PLTP yang dioperasikan, Ahmad Yuniarto yang akrab disapa AY menyatakan PGE juga memiliki inisiatif Environmental Sustainability and Governance (ESG).

Komitmen ESG ini sudah dibuktikan dengan meraih peringkat tertinggi kedua pada ESG Rating (ER) dalam kategori good performance dari sisi pengelolaan ESG oleh lembaga rating Sustainable Fitch.

Beberapa program ESG PGE yang sudah berjalan di antaranya program keanekaragaman hayati Pusat Konservasi Elang, khususnya spesies elang Jawa atau nisaetus bartelsi di kawasan Kamojang, penangkaran domba garut, konservasi bunga krisan, penangkaran kambing saburai, dan konservasi kera jambul Sulawesi (Yaki).

Selain itu, PGE juga merehabilitasi kawasan hutan sebesar 588 ha dan melakukan upaya reboisasi secara masif. PGE berkomitmen dalam mengembangkan komunitas melalui program Kamojang Digital Village yang dengan program aplikasi digital Ranger Apps yang bertujuan untuk memberdayakan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) sekitar dan layanan WiFi pohon "Signal Kita".

Melalui kedua program di atas, komitmen ESG PGE dapat dirasakan langsung manfaatnya dalam mendukung kelestarian lingkungan dan ekonomi sirkular melalui koneksi internet berbayar menggunakan sampah atau dengan menanam pohon.

Di samping itu, PGE juga menjalankan Emergency Response Group Millennials (ERMi), yaitu program pemberdayaan masyarakat di area Ulubelu yang berfokus pada penanggulangan bencana dan lingkungan, seperti pemasangan pendeteksi tanah longsor. Pemanfaatan panas bumi untuk hidrogen hijau merupakan peluang potensial di masa depan.

Di banyak negara, PLTP dipakai sebagai penghasil sumber listrik untuk memproduksi hidrogen melalui proses elektrolisis untuk berbagai keperluan. Dua di antaranya adalah untuk sektor transportasi dan petrokimia, dimana ke depannya hidrogen hijau dipercaya akan menjadi game changer untuk mencapai dekarbonisasi.